Headlines

TII Ungkap Catatan Merah Rekam Jejak Pimpinan KPK Terpilih

Sayangnya catatan merah ini tidak dipertimbangkan.

Published

on

Dok. Gedung Anti Rasuah / KPK RI / Merah Putih

Membumi.com

Jakarta (21/11/24) – Di tengah krisis integritas, sudah seharusnya Komisi III DPR memilih “manusia setengah dewa” dalam wujud Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029 dengan rekam jejak nyaris sempurna, berpihak pada agenda pembenahan kelembagaan KPK dan pemberantasan korupsi, faktanya, Komisi III DPR bersama Pemerintah menetapkan calon dengan latar belakang bermasalah yang dekat dengan kepentingan politik.

Dalam rilies yang diterbitkan Transparancy Internasional Indonesia (TII) pada (21/11/24) disebutkan, bahwa Koalisi Masyarakat Sipil menilai proses seleksi tersebut sudah cacat sejak awal.

Pertama, Panitia Seleksi (Pansel) diduga kuat memilih calon yang memiliki kedekatan personal dengan Jokowi. Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya nama yang secara rekam jejak dinilai cukup baik dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi justru dipenggal dalam proses seleksi awal. Pansel justru meloloskan nama-nama yang jelas-jelas memiliki rekam jejak buruk.

Kedua, proses seleksi yang terkesan sekadar formalitas. Seleksi wawancara yang dilakukan oleh Pansel maupun Fit and Proper Test di Komisi III DPR tidak menggali lebih dalam kepada calon terkait mulai dari tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, harta kekayaan yang mengalami fluktuasi tidak wajar, nir integritas dan potensi konflik kepentingan, hingga langkah konkrit dalam upaya membenahi kelembagaan KPK pasca Revisi UU KPK 2019.

Padahal tanpa adanya perbaikan internal, KPK hanya jadi harimau yang kehilangan taringnya.

Ketiga, Fit and Proper Test yang justru menetapkan 5 (liima) calon sebagai Komisioner KPK 2024-2029 dengan rekam jejak buruk tanpa komitmen dalam memberantas korupsi. Salah satunya Johanis Tanak yang diduga melanggar kode etik karena pertemuan dengan Tersangka Kasus Suap Penanganan Perkara di Mahkamah Agung yakni mantan Komisaris PT Wika Beton, Tbk., pada 28 Juli 2023.

Selain itu, dalam paparannya saat Fit and Proper Test, Johanis Tanak menegaskan akan menghapus OTT KPK karena dianggap tidak sesuai dengan aturan KUHAP yang berlaku. Koalisi menilai bahwa Johanis Tanak tidak mampu mengukur efektivitas dan persentase keberhasilan pemberantasan korupsi melalui OTT, atau niat menghapus OTT karena adanya transaksi politik dengan seseorang dan/atau kelompok tertentu sehingga menjadikan KPK sebagai lembaga yang mati suri dalam menjalankan mandatnya sebagai pemberantas korupsi.

Lebih parahnya, Komisi III DPR RI bahkan memberikan apresiasi dan tepuk tangan meriah saat Johanis Tanak menjelaskan bahwa akan menghapuskan OTT KPK. Bukan hanya Johanis Tanak, rekam jejak buruk juga ditemukan pada seluruh Pimpinan KPK terpilih. Agus Joko Pramono diduga pernah menerima transaksi mencurigakan sejumlah Rp 115 Miliar.

Ibnu Basuki Widodo seorang Hakim Tinggi Pemilah perkara di Mahkamah Agung pernah memvonis Bebas terdakwa korupsi bernama Ida Bagus Mahendra dalam Kasus Pengadaan Alat Laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010, serta Ibnu Basuki pernah melarang peliputan media massa dan jurnalis dalam siaran langsung persidangan Kasus Megakorupsi E-KTP dengan Terdakwa Setya Novanto, saat menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2017.

Sementara Setyo Budiyanto dan Fitroh Rohcahyanto yang berasal dari institusi penegak hukum patut diduga memiliki konfik kepentingan dengan lembaga asalnya.

Lebih lanjut juga disampaikan bahwa catatan merah itu seharusnya mampu menjadi pertimbangan besar bagi Komisi III DPR jika komitmen DPR dan Pemerintah adalah membenahi persoalan kelembagaan KPK dari buruknya opini publik terhadap KPK sejak Revisi UU KPK 2019.

Terlebih, jika kita cermati secara menyeluruh, komposisi 5 Komisioner KPK ini sangatlah maskulin, tidak ada calon perempuan yang terpilih. Padahal, berdasarkan catatan Koalisi, 2 (dua) calon yang berhasil memasuki babak akhir yaitu Idha Budhiati dan Poengki Indarti memiliki rekam jejak yang cukup baik menjadi Komisioner KPK dibanding calon lainnya.

Komposisi Komisioner KPK 2024-2029 pilihan Komisi III DPR yang didominasi oleh APH juga menjadi tantangan untuk mengaktifkan kembali fungsi trigger mechanism KPK.

Semangat ini justru muncul ketika Kejaksaan dan Kepolisian dianggap belum cukup efektif dalam pemberantasan korupsi – faktanya, calon yang dipilih oleh DPR adalah mereka dengan rekam jejak Kejaksaan dan Kepolisian yang juga tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi di lembaga sebelumnya.

Sebagai upaya mengawal proses seleksi ini untuk tetap berintegritas, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Transparency International Indonesia telah menyampaikan dan menyiarkan rekam jejak seluruh nama Capim dan Dewas yang sedang menjalankan FPT, sayangnya catatan merah ini tidak dipertimbangkan.

Padahal rekam jejak tersebut dapat menjadi indikator nilai apakah calon yang ada memiliki niat baik dalam pemberantasan korupsi atau tidak.

Source : TI Indonesia

.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Exit mobile version