Pekanbaru – Fenomena rendahnya partisipasi pemilih menjadi topik hangat yang ramai dibahas berbagai element masyarakat saat ini, sebagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada (29/11/24) mengungkapkan, bahwa partisipasi pemilih dalam pilkada 2024 terbilang rendah dengan presentase rata – rata nasional hanya 68,16 persen.
Terkait hal tersebut tokoh masyarakat Riau, Said Lukman dalam keterangan persnya angkat bicara, ” faktanya, dari 582 calon Kepala Daerah 155 diantaranya terafiliasi politik dinasti, dan sedikitnya 138 kandidat diduga terkait dengan kasus korupsi yang meliputi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, terlapor yang namanya disebut – sebut dalam berita, ” ungkapnya.
Lebih lanjut Said Lukman mengingatkan, bahwa rekam jejak sangatlah mempengaruhi elektabilitas para kandidat, dimana elit partai politik cenderung tidak menganggap dosa – dosa masa lalu kandidat yang diusung menjadi kontestan dianggap tidak berpengaruh banyak pada partisipasi publik, namun fakta bicara sebaliknya.
” Menariknya, isu sayembara berhadiah untuk menangkap para pemain politik uang sangat ampuh menekan pola permainan kotor politik uang dilapangan. Harusnya sayembara itu upayanya Penyelenggara Pemilu, ini malah elit kandidat yang punya inisiatif, ” tambah Said Lukman sambil terkekeh mengingat para penerima manfaat yang mustinya bisa didiskualifikasi untuk memberi efek jera.
Selain itu pada (26/11/24) ICW juga merilis, bahwa sepanjang 2004 – 2024, sedikitnya 196 Kepala Daerah telah dicokok oleh Komisi Anti Rasuah, yang beritanya kemudian menjadi bulan – bulanan para penikmat kopi yang menorehkan luka diingatan publik. Persoalan inilah yang membuat masyarakat lebih selektif dalam menilai dan memilih para kandidat, termasuk memilih untuk golput, ” sebut Said Lukman.
” Yang lebih parahnya lagi, dari 581 aduan per november 2024, sebanyak 56 penyelenggara pemilu sudah dipecat DKPP, belum lagi kita bicara soal fenomena partai coklat. Krisis integritas ini yang sangat menyakiti hati masyarakat, apalagi jika PPATK dan KPK bekerja profesional, berkolaborasi mengusut aliran uang kotor dan menindak para pelaku politik uang, saya yakin faktanya akan lebih seru lagi, ” sebut Said Lukman.
Diakhir keterangan persnya Said Lukman kembali mengingatkan semua yang menginginkan hasil diagnosa yang tepat soal penyebab turunnya partisipasi publik dalam pilkada 2024, tentunya hal tersebut tidak terlepas dari fakta kotor dibalik Pilkada itu sendiri, soal rekam jejak kandidat dan buruknya integritas penyelenggaraan pemilu.
” Pemerintah dan penyelenggara pemilu jangan terlalu pede menyimpulkan arah kebijakan seperti tagline ” Pilkada Damai, Lawan Hoax “ yang justru dibanyak daerah sosialisasi antisipasi persoalan tersebut dinilai tidaklah tepat sasaran. Sebab itu musti ada sebuah terobosan, agar rakyat ikut menjadi bagian dari pesta demokrasi dalam menentukan pemimpinnya. Nah.