OPINI
Saatnya Memformulasikan Bentuk Negara Federal Indonesia

.
Setelah ulasan mengenai efisiensi yang sebelumnya terbit, sayepun kemudian dikontak oleh sejumlah tokoh masyarakat Riau yang menyiratkan kerisauan yang sama, serta mengungkapkan bahwa salah satu kebijakan yang bisa ditiru dan yakin akan jauh lebih efektif adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden Norwegia.
Yaitu dengan memecat 30.000 APH yang korup dinegara itu dan melakukan reformasi hukum secara total dan besar-besaran. Sayepun kemudian membayangkan seandainya usulan ekstrem ini disampaikan kepada anggota DPR RI yang konon katanya wakil rakyat itu, nasibnya pun paling hanya bisa ditampung seperti usulan revisi regulasi haji kemarin.
Walaupun kisah haji kemudian berlanjut ke Pansus. Ternyata berbagai aspirasi kekecewaan yang tak diperdulikan itu justru mengalir ke Opsi Negara Federal bersamaan dengan matinya harapan otonomi daerah. Maka langkah menuju sistem Negara Federal sebagaimana yang ada dalam pikiran Bung Hatta pun menjadi opsi terbaik.
Saat ini pusat jelas tidak ingin mendelegasikan kewenangan Otonomi yang lebih besar kepada Daerah dalam mengatur urusan internal mereka sendiri agar lebih efektif. Yang jelas atas nama politik balas budi faktanya Negara telah gagal melindungi rakyatnya. Dimana ingatan kita tercoreng oleh darah, penjara dan air mata. Atas nama investasi, Pulau Rempang dan Galang dianggap seolah tak berpenghuni.
Bahkan kawasan konservasi Raja Ampat pun dibuat Pipil oleh kebijakan para elit yang hingga saat inipun masih tak tersentuh oleh produk hukum yang mereka inginkan. Selain itu mengutip tulisan sahabat dari timur Indonesia yang membandingkan ketimpangan APBN di 17 Provinsi di Kawasan Timur dengan satu provinsi Jawa Timur lagi – lagi mengkhianati semangat Otonomi Daerah.
Apa yang kini kita rasakan dengan sistem sentalistik membuat seluruh birokrasi daerah tak berdaya dan sangat lemah. Semisal untuk memilih atau mengurus SK pejabat di Kabupaten kota saja harus menengok telunjuk pusat di Jakarta. Sehingga terciptalah alokasi anggaran yang berjudul SPPD yang menguras waktu tenaga, dan untuk mengatasi masalah biaya jatah preman, maka terciptalah SPPD Fiktif.
Yang jelas hari ini Negara telah gagal melindungi rakyatnya, elit hanya memikirkan keseimbangan kekuasaan partai politik dalam menjalankan Negara. Daerah diperlakukan sebagai objek penderita yang meninggalkan rekam jejak dosa mereka. Karena itu pemikiran positif Bung Hatta yang menekankan pentingnya keseimbangan kekuasaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saatnya diformulasikan.
Dengan kembali membangunkan pemikiran Bung Hata mengenai Negara Federal, adalah semata – mata bertujuan untuk kebaikan menuju Negara berkeadilan dan efisiensi dalam mengambil keputusan, mengurangi beban pusat dalam menjalankan roda pemerintahan, Sehingga Kepala Daerah mempunyai bobot dalam berkarya mensejahterakan rakyatnya.
Apabila upaya ini kemudian diberi lebel berbagai stigma negatif sebagaimana operasi yang sering dilakukan, maka patut diduga hal tersebut bertujuan melemahkan upaya anak bangsa untuk membangun tatanan bernegara yang lebih baik dan berkeadilan. Maka menformulasikan bentuk Negara Federal bukanlah sebuah tindak kejahatan dan dapat didiskusikan di forum – forum terbuka.
Penulis : Said Lukman – Tokoh Masyarakat Riau
.
.
.
.