Connect with us

Headlines

TII : Putusan Etik Gaya Hidup Mewah Ketua dan Anggota KPU Belum Penuhi Rasa Keadilan

Published

on

Dok. Suasana sidang kode etik tentang pengadaan private jet di KPU, Jakarta 17 September 2025 / TII

Membumi.com

Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI memutuskan perkara 178-PKE-DKPP/VII/2025 tentang penyalahgunaan private jet dan gaya hidup mewah Ketua dan Anggota KPU RI dan Sekretaris Jenderal KPU RI. Dalam putusannya pada Selasa (20/1/2025) menjatuhkan vonis peringatan keras kepada Mochammad Afifuddin, Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Bernard Dermawan Sutrisno.

Sementara Betty Epsilon Idroos mendapat vonis rehabilitasi karena tidak pernah menggunakan sama sekali pesawat pribadi dan tidak ikut menandatangani rapat pleno pengadaannya.

Menurut hemat kami putusan tersebut belum memenuhi unsur keadilan, sehingga tampak lemah. Padahal semua tuduhan telah terbukti dalam persidangan dan dijadikan pertimbangan dalam putusan. “Yayasan Dewi Keadilan Indonesia menilai bahwa putusan DKPP hari ini mencerminkan langkah setengah hati dalam menegakkan akuntabilitas moral penyelenggara pemilu.

Keputusan yang hanya bersifat peringatan berisiko menumbuhkan persepsi publik bahwa pelanggaran etika dapat diselesaikan tanpa konsekuensi berarti,” kata kuasa hukum pengadu dari Yayasan Dewi Keadilan Indonesia atau Themis Indonesia, Ibnu Syamsu Hidayat, Rabu (22/10/2025).

Dalam putusan DKPP terungkap bahwa dari total perjalanan pesawat pribadi tersebut mencakup 59 rute dengan durasi waktu Januari-Maret 2024, namun tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik sebagaimana selalu diklaim oleh KPU RI bahwa private jet ditujukan untuk distribusi logistik.

Pesawat pribadi ini justru digunakan untuk kegiatan, yaitu: monitoring gudang logistik ke beberapa daerah, menghadiri bimbingan teknis Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan pasca pemilu serentak, penyerahan santunan untuk petugas badan adhoc, dan monitoring kesiapan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilu Tahun 2024 di Kuala Lumpur.

Pengadaan sewa private jet tersebut memakan anggaran APBN 2024 dengan nilai biaya sewa mencapai Rp 46 miliar yang telah dibayarkan kepada pihak swasta PT Alfa Lima Cakrawala Indonesia. Sementara pada saat pengumuman pengadaan nilai sewa total mencapai Rp 65,4 miliar.

Peneliti Transparency International Indonesia, Agus Sarwono mengatakan, terdapat kejanggalan pengadaan sewa sejak awal seperti pengumuman kontrak yang dibuat terkesan formalitas. Pelaksanaan kegiatan hanya dalam hitungan hari setelah kontrak dengan vendor ditandatangani. Lebih lanjut, para teradu tidak mampu menunjukkan kronologis maupun dokumen pembuktian pengadaan private jet tersebut, meskipun majelis DKPP telah memberikan waktu dan kesempatan yang cukup untuk menjelaskan proses serta dasar hukum pengadaannya.

“ Ketiadaan bukti tersebut memperkuat dugaan bahwa keputusan penggunaan fasilitas tersebut dilakukan secara tidak transparan dan tidak sesuai dengan prinsip tata Kelola yang baik, ” kata Agus.

Dari sisi publik, penggunaan fasilitas mewah seperti private jet juga telah menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi penyelenggara pemilu. Belum lagi jika melihat Kembali beberapa putusan DKPP yang telah menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada beberapa anggota KPU periode 2022-2027. Bahkan dalam satu kasus peringatan keras tersebut berujung pada pemberhentian sebagai anggota KPU. Maka pengulangan atas pelanggaran etik yang berat harusnya juga tercermin dalam putusan DKPP terkait penggunaan private jet ini.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi keberulangan kesalahan dengan sanksi ringan. Seharusnya putusan terkait pengadaan jet ini diberikan sanksi berat berupa pemecatan karena seluruh kecurigaan pengadu terbukti. Peneliti Trend Asia, Zakki Amali mengatakan, bukti-bukti persidangan sangat jelas menunjukkan lapisan kesalahan baik etik maupun indikasi pelanggaran lain yang dapat ditindaklanjuti oleh lembaga penegak hukum.

Putusan DKPP telah jelas menunjukkan adanya penyimpangan tujuan utama, sehingga ini bisa menjadi bukti baru penyimpangan anggaran sewa pesawat pribadi. Selain itu, lembaga audit khususnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya meninjau ulang hasil audit seluruh pengadaan di KPU khususnya yang terkait private jet dan penggunaan fasilitas mewah lainnya.

“ Penyimpangan pemakaian pesawat pribadi oleh KPU RI tidak hanya masalah etika belaka. Ada penyalahgunaan uang negara puluhan miliar yang tidak sesuai dengan ketentuan penggunaan. Maka ini harus jadi alarm bagi penegak hukum lain untuk menindaklanjuti, ” kata Zakki.

Terlebih, Themis Indonesia, Transparency Internasional Indonesia, dan Trend Asia telah melaporkan dugaan korupsi pengadaan sewa private jet KPU RI ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 7 Mei 2025. Dalam laporan tersebut, diduga terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan sewa private jet. Namun hingga saat ini KPK belum menindaklanjuti laporan tersebut.

Source : TII

.


.

.

.

.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *