Connect with us

Headlines

Indonesia Kaya Rakyatnya Miskin, ” Toke ” Jadi Raja

Published

on

Dok. Said Lukman - Tokoh Masyarakat Riau

.

Ketika kelompok masyarakat sipil melaporkan 2 (dua) Menteri dan 33 Wakil Menteri ke KPK akibat offside di pasal 23 UU Kementerian Negara yang secara tegas menyebutkan larangan rangkap jabatan pada Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta termasuk pimpinan organisasi yang dibiayai dari anggaran negara.

Sementara gaji pokok Dirut BUMN perusahaan Setrum sekitar Rp. 277 juta per bulan. Walaupun Pak Presiden udah menghapus yang namanya Tantiem, yang jelas nilainya berkisar hingga Rp. 19,11 miliar per tahun. Untuk kompensasi Dewan Komisaris sebesar Rp. 68,6 miliar. Ada 7 orang anggota dewan komisaris. Jika dibagi rata, maka setiap komisaris mendapatkan Rp. 9,8 miliar per tahun atau Rp. 817 juta per bulan.

Bahkan ada gaji pokok Dirut sebuah Bank BUMN tercatat menerima rata-rata Rp. 3,67 miliar per bulan. Untuk Komisaris Utama Bank BUMN diperkirakan memperoleh honorarium sekitar Rp. 916 juta per bulan. Supaya aman dari persoalan hukum maka dilegalkanlah melalui Peraturan Menteri BUMN PER-13/MBU/09/2021 untuk kemudian jadi acuan. Icak- icaknya resmi.

Baca : Berapa Gaji dan Tunjangan Komisaris BUMN? Berikut Perkiraanya

Walaupun kata BPS tingkat kemiskinan di Indonesia turun jadi 8,47 persen, namun fakta tersebut diatas terjadi disaat 23,85 juta orang penduduk Indonesia dikategorikan menderita kemiskinan ditambah berbagai daerah menjerit – jerit defisit anggaran. Sampai – sampai pak Gubernur road show mengajak Bupati Walikota “ mengemis “ meminta belas kasihan ke Pusat.

Belum lagi bicara soal ketimpangan dan konflik agraria yang tak berkesudahan, hampir 68 persen tanah dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh hanya 1 (satu) persen kelompok. Sebagaimana tercatat bahwa sejak 2015 hingga 2024, setidaknya terjadi 3.234 kasus konflik agraria yang melibatkan luas tanah mencapai 7,4 juta hektar, dengan sekitar 1,8 juta keluarga terdampak.

Lebih parahnya lagi, berbagai skandal korupsi tiap hari diberitakan, mulai dari skandal kuota haji, skandal menteri maen domino sama toke balak, sampai pengakuan Satori yang berstatus tersangka dari Komisi Anti Rasuah yang menyatakan bahwa sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana CSR Bank Indonesia dan OJK periode 2020–2023.

Baca : 68 Persen Tanah dan Kekayaan Indonesia Dikuasai Satu Persen Kelompok

Maka baiknya urusan merampas merampas kembali hak – hak rakyat dari tangan para perampok ini musti dijadikan fokus utama yang musti dipikirkan solusi kongkritnya. Apapun masalahnya, apakah itu soal moral ataupun sistem sistem sentralistik yang terbukti tak bisa menyelesaikan masalah, maka kalau memang bermasalah, ya mustinya dibereskan, dicari solusinya. Bukan dipelihara, penyakit kok dipelihara. 

Desakkan untuk membubarkan DPR pada agustus yang lalu harusnya tidak dianggap enteng sebelah mata. Itu artinya Wakil dari partai politik yang duduk di legislatif itu dianggap rakyat lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya. Bahkan belakangan terkuak, dari 580 anggota DPR RI terpilih, 63 diantaranya cuma lulusan SMA sederajat.

Fahri Hamzah pernah menjelaskan, bahwa modal yang dibutuhkan untuk bisa menjadi anggota DPR RI mulai dari Rp. 5 miliar hingga Rp. 15 miliar. Tentu dalam kepale hotak beliau – beliau itu balekan modal dulu. Blum lagi soal keputusan ada ditangan Toke ? ( Ketua Partai ). Apa lagi yang mau kita harapkan sama tuan – tuan para Wakil Rakyat yang duduk di Senayan tu ?

Baca : Segini Modal Jadi Anggota DPR RI, Pantas Banyak yang Stres saat Gagal

Blum lagi gerakan kasak kusuk dan gerakan sapu bersih, serta gerakan sikat sana sini guna mencari modal untuk bisa duduk diperiode berikutnya. Bagi yang tak pandai maen, abislah kenak OTT. Itulah makanya, kemerdekaan Indonesia itu hanya dinikmati segelintir orang – orang serakah. Kata kawan saya, selagi sistem sentralistik masih berkuasa jangan mimpi akan ada keadilan bagi daerah. 

Karena itu, kalau memang mau adil, dan pusat tidak mau jadi sasaran tembak kebobrokan berbagai korupsi, maka pembagian kekuasaan melalui sistem negara federal adalah solusi konkret yang harus dimatangkan dan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing – masing.

Yang jelas walaupun UU Perampasan Aset belum disahkan, hukum tetap harus ditegakkan ! Jangan sampai 23,85 juta orang miskin yang tak mampu dipelihara sama negara mengamuk macam di Nepal. Joget trusss.. mantap tuu.. hehehe

Penulis : Said Lukman – Tokoh Masyarakat Riau

.

.


.

.

.

.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *