Connect with us

Entertainment

Asrama Sinema : Mengasah Generasi Muda Indonesia Menjadi Pembuat Film Masa Depan

Published

on

Dok. Asrama Sinema digelar pada 1 hingga 7 Juli 2025 di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan / Asrama Sinema / Natez

Membumi.com

Jakarta – Sebuah inisiatif pendidikan sinema bertajuk Asrama Sinema digelar pada tanggal 1–7 Juli 2025 di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta Selatan. Program ini merupakan pelatihan intensif bagi remaja usia 15-20 tahun dari seluruh Indonesia untuk mendalami proses produksi film pendek secara menyeluruh – dari pengembangan ide, penulisan skenario, penyutradaraan, hingga pascaproduksi.

Industri film Indonesia tengah memasuki fase pertumbuhan yang pesat. Jumlah produksi nasional meningkat signifikan, dengan keragaman genre dan kualitas teknis yang makin kompetitif. Prestasi film-film Indonesia di festival internasional turut mengukuhkan potensi besar industri ini.

Namun, lonjakan produksi tidak otomatis sejalan dengan kesiapan tenaga kerja. Studi Bekraf (2020) menunjukkan kebutuhan mendesak akan SDM terampil di berbagai lini—dari skenario hingga pasca-produksi. Keterbatasan jumlah dan keahlian pekerja menjadi penghalang utama bagi produksi baru, baik dari segi jumlah maupun mutu, di sektor industri yang sangat inovatif dan cepat berubah. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan akses dan kualitas pendidikan formal, terutama dalam hal keahlian baru seperti produksi digital, serta lebih banyak kesempatan untuk pelatihan di tempat kerja.

Bagi calon tenaga kerja dan pelaku baru di industri, tantangan ini berarti satu hal: penguasaan keterampilan praktis dan adaptif adalah kunci. Industri film bergerak cepat dan membutuhkan pekerja yang tak hanya kreatif, tetapi juga siap kerja.

Menjawab tantangan sekaligus memanfaatkan momentum ini, Asrama Sinema hadir sebagai program pengembangan talenta muda. Menyasar remaja usia 15-20 tahun,, program ini membekali peserta dengan keterampilan dasar produksi film dan pemahaman ekosistem industri. Bagi calon tenaga kerja dan penggiat perfilman, inisiatif seperti ini adalah pijakan strategis menuju industri yang lebih inklusif, kompeten, dan berdaya saing global.

Selama tujuh hari, para peserta akan tinggal di Asrama Sinema untuk mengikuti kelas intensif dengan menghadirkan narasumber ahli seperti Dr. R.B. Armantono, M.Sn.–akademisi film dan penulis skenario film, Dr. Rina Yanti Harahap, M.Sn., CFP.–akademisi dan produser film, Razka Robby Ertanto–sutradara film, Ezra Tampubolon, M.Sn.–akademisi dan penata artistik film, Batara Goempar, S.Sn., I.C.S.–sinematografer, Hadrianus Eko Sunu, S.Sn.–penata suara film, Cesa David Luckmansyah, S.Sn.–editor film, Iman Syafi’i, M.Sn.–sutradara film pendek, dan Devina Sofiyanti, S.Sn., M.Sn.

Bersama para mentor dari kalangan profesional, para peserta akan berproses dalam kelompok kecil untuk menciptakan film pendek orisinil yang mencerminkan pandangan dan kegelisahan remaja hari ini.

Asrama Sinema yang diselenggarakan oleh KFT Indonesia (Persatuan Karyawan Film dan Televisi Indonesia) serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan, Badan Perfilman Indonesia, Fakultas Fil dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (FFTV-IKJ), BSM Equipment Rental, dan Top Coffee–tidak hanya menjadi ruang belajar teknis, dan kreatif, tetapi juga membentuk komunitas generasi muda yang berpikir kritis, bekerja kolaboratif, dan memiliki keberanian bersuara lewat medium film.

Sebanyak 30 peserta terpilih mendapatkan beasiswa penuh untuk mengikuti program ini. Asrama Sinema secara aktif mendorong keberagaman peserta dari latar belakang sosial, budaya, dan geografis yang beragam.

Indrayanto Kurniawan, M.Sn., Ketua Umum KFT Indonesia menyamapiakan bahwa Program ini bertujuan untuk menjawab tantangan strategis dalam industri perfilman Indonesia, yakni kesenjangan antara pertumbuhan industri dengan ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dan adaptif terhadap perubahan teknologi.

“ Asrama Sinema hadir karena kami percaya generasi muda Indonesia memiliki banyak cerita penting yang layak didengar, namun seringkali tidak memiliki ruang untuk menyuarakannya. Program ini bukan sekadar pelatihan teknis perfilman, tetapi ruang tumbuh yang membentuk karakter, perspektif, dan keberanian bercerita. Dengan hidup bersama selama tujuh hari, para peserta dari berbagai latar belakang belajar bekerja sama, saling memahami, dan menyalurkan suara mereka melalui medium film. Asrama Sinema adalah tempat di mana anak muda tidak hanya belajar membuat film, tetapi juga belajar menjadi manusia yang mampu menyampaikan gagasannya dengan jujur dan berani,” ujar Naswan Iskandar, Ketua Pelaksana Asrama Sinema, KFT Indonesia.

Asrama Sinema hadir sebagai respons konkret terhadap tantangan ketimpangan antara kebutuhan industri perfilman yang terus berkembang dan keterbatasan sumber daya manusia yang siap pakai. Dalam konteks ini, urgensi dan signifikansi strategis Asrama Sinema dapat dijelaskan melalui beberapa poin utama berikut :

1. Asrama Sinema menjembatani kesenjangan ini dengan memberikan pelatihan langsung, berbasis praktik, yang dirancang untuk mendekatkan peserta kepada realitas dunia kerja perfilman, baik dari aspek keterampilan teknis, pengalaman praktis, maupun pemahaman ekosistem kerja.

2. Asrama Sinema berperan sebagai program intervensi dini yang strategis. Usia remaja merupakan fase kritis pembentukan minat, bakat, dan orientasi karier. Melalui pendekatan edukatif dan inspiratif, program ini mendorong munculnya generasi pembuat film yang melek teknologi, berdaya cipta, dan memiliki pemahaman nilai-nilai sinema sejak dini.

3. Berbeda dari pendekatan konvensional, Asrama Sinema mengusung metode pembelajaran intensif dan berbasis proyek. Peserta tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengalami langsung proses produksi film pendek, bekerja dalam tim, dan menghadapi tantangan nyata produksi. Ini membentuk pola kerja kolaboratif, kemampuan manajemen waktu, dan komunikasi lintas fungsi—kompetensi penting di industri kreatif modern.

4. Dengan menyasar peserta dari berbagai wilayah, program ini juga berkontribusi terhadap penyebaran dan pemerataan talenta di luar pusat industri film seperti Jakarta. Asrama Sinema dapat menjadi katalisator tumbuhnya komunitas film lokal dan memperkuat infrastruktur budaya di daerah, mendukung semangat desentralisasi dan pemajuan kebudayaan berbasis komunitas.

5. Bagi peserta, program ini adalah pintu masuk strategis untuk membangun portofolio sejak dini. Output berupa film pendek hasil kolaborasi selama pelatihan bisa menjadi bukti keterampilan yang konkret. Program ini juga membuka jaringan dengan instruktur, profesional, dan komunitas perfilman yang selama ini sulit diakses oleh pemula.

6. Melalui medium film pendek, peserta didorong untuk mengeksplorasi isu-isu sosial, budaya, dan liingkungan di sekitar mereka. Ini tidak hanya memperkaya perspektif naratif generasi muda, tetapi juga memperkuat posisi film sebagai media komunikasi yang relevan dan berda[ya transformasi sosial.

Source : Natez

.

.

.

.

.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *