Figur
Mengungkap Mitos Kebohongan Pendirian Negara Israel (III)

Membumi.com
Pekanbaru – Diakhir kisah mengungkap Mitos Kebohongan Pendirian Negara Israel sebagaimana sudah di sampaikan pada seri pertama dan kedua, bahwa dari semua perdebatan tersebut, tidak banyak orang Israel yang ingin menontonnya.
Namun di AS, film tersebut sempat tayang di Sundance dan mendapat banyak pujian kritis, namun tidak ada distributor yang mau mengambil resiko karena paham akan mendapatkan reaksi negatif pengaruh Yahudi serta akibat bertentangan dengan narasi nasional mereka.
Beberapa sejarahwan, termasuk yang terkemuka, mencela Schwrtz sebagai penipu dan pembohong seperti yang mereka lakukan kepada Katz sebelumnya. Namun sekali lagi, hanya sedikit yang bersedia menggali masa lalu dan bukti buktinya.
” Tidakkah kamu ingin menyelesaikannya untuk selamanya ? ” tanya Schwrtz kepada seorang sejarahwan yang mengatakan bahwa dia tidak mempercayai saksi. ” saya tidak perduli jika masalah ini tidak terselesaikan, ” jawab sejarahwan dalam film tersebut.
Baca : Tangan Kotor Inggris di Balik Berdirinya Israel dan Terjajahnya Palestina Sampai Detik Ini
Israel bukanlah satu – satunya Negara yang menutupi sejarah berdirinya Israel demi mendukung narasi nasionalis, namun karena narasi sejarah tersebut masih baru dan beberapa pihak yang menentang narasi tersebut masih hidup.
Maka film dokumenter tersebut membuka wawasan langka tentang bagaimana mitos – mitos nasional itu ada, diciptakan dan dipertahankan. Pertanyaannya ” berapa biayanya ? ”
Dalam kasus Israel, narasi tersebut dipertahankan dengan lebih kuat dan wawasan tersebut menjadi semakin mendesak karena fakta kebenaran, bahwa perampasan hak milik rakyat Palestina masih berlangsung,
Dalam Pemilu Israel yang lalu, yang mengembalikan mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke tampuk kekuasaan dan konon diperkirakan akan memberikan negara tersebut Pemerintahan paling sayap kanan hingga saat ini, adalah merupakan salah satu pengingat akan ekspansi negara yang belum selesai.
Namun orang – orang Palestina bukanlah orang – orang yang perlu di ingatkan akan hal itu, atau tentang masa lalu. Berbeda dengan banyak anggota Brigade Israel yang diwawancarai dalam film tersebut.
Beberapa diantaranya mengaku tidak ingat detail mengerikan tentang pertempuran di Tantura, namun mereka ingat ketika mereka berenang dipantai setelah pembantaian tersebut.
Seorang wanita Palestina yang masih anak – anak diwawancarai dalam film tersebut berkata, ” Saya ingat semua yang terjadi di Tantura, aku tidak melupakan satu hal pun, “
Diakhir diskusi tentang sejarah panjang penjajahan Zionis Israel di Palestina yang hingga saat ini masih berlangsung bersama Said Lukman yang juga merupakan aktivis Islam ini mengungkapkan, bahwa sejarah tersebut dapat menjadi bahan pembelajaran penting bagi bangsa Indonesia.
” Bagaimana isu dewan jenderal dihembuskan oleh PKI, dengan dalih akan terjadi pengambil alihan kekuasaan dengan cara kudeta, hingga adanya upaya penghapusan mata pelajaran wajib sejarah tentang kebiadaban PKI, ini semua adalah ancaman bagi kita, ” ungkap Said Lukman.
Baca : Anak-Anak Jenderal Ahmad Yani Tuntut Keadilan dari Jokowi: Jangan Minta Maaf ke PKI !
Bahkan tiga anak alm. Jenderal A Yani merasa tersinggung dan menggugat terbitnya Inpres nomor 2 tahun 2023, Keppres nomor 17 tahun 2022 dan Keppres nomor 4 tahun 2023 tentang Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, menunjukan bahwa Pemerintahan Jokowi telah meminta maaf kepada PKI, sebut Said Lukman.
Selain persoalan PKI dan Rempang, Said Lukman juga mengingatkan agar bangsa Indonesia mewaspadai timbulnya berbagai persoalan terkait pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan.
” Ekosistem hutan Kalimantan pasti terancam akibat alih fungsi lahan hingga exsodus penduduk baru, ini otomatis akan mengancam eksistensi masyarakat asli kalimantan (Dayak) yang dalam kebudayaannya sudah menyatu dengan hutan alam disana, ” sebut Said.
Diakhir diskusi (15/12/23), Said Lukman yang juga merupakan aktivis Islam ini terus mengingatkan bangsa Indonesia agar tidak mudah melupakan berbagai propaganda yang di poles dengan kemasan yang cantik, padahal akan berdampak fatal, jika bangsa Indonesia salah dalam memilih pemimpin di Pemilu 2024.
Source : The Intercept
.
.

.
