Connect with us

Tech

Sosialisasi OSS RBA untuk Kemudahan Berusaha Menuju Pekanbaru Smart City

Published

on

Membumi.com

Pekanbaru – Guna mendukung program sistem terintegrasi yang diluncurkan Presiden RI, hari ini Pj. Walikota Pekanbaru melalui OPD teknis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemko Pekanbaru mengadakan sosialisasi di Ballroom Prime Park Pekanbaru (23/7/22) yang dihadiri 80 an perusahaan yang tersebar se Kota Pekanbaru baik perseroan terbatas (PT), CV, Hotel, Rumah Sakit, RSIA, Mall dan berbagai bidang usaha lainnya. 

Dalam sambutannya Kepala Dinas DPMPTSP Pemko Pekanbaru mengatakan, ” bahwa Pekanbaru merupakan ibukota dan kota terbesar di Provinsi Riau. Letaknya yang strategis menjadikan Pekanbaru sebagai salah satu simpul lalu lintas dan jalur perdagangan dipulau Sumatera. Selain itu Pekanbaru juga merupakan pintu gerbang MEA di Indonesia bagian barat pada dalam Bimtek / Sosialisasi Kemudahan Berusaha Angkatan III tahun 2022 dalam Sistem terintegrasi yang dikenal dengan OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach ), ” ungkapnya.

” hal tersebut menjadikan Pekanbaru sebagai sentra ekonomi terbesar dipulau Sumatera. Pekanbaru juga merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Melihat karakteristik tersebut dalam rangka untuk meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mendorong peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan daerah melalui pemberian insentif dan atau kemudahan berusaha Pemerintah nomor 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berbasis resiko, ” sebut H. Akmal Khairi.

Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa melalui Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Negara hadir untuk mendorong Investasi melalui kemudahan perizinan berusaha bagi Investor. Adapun Penyelenggaraan perizinan berbasis resiko telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden Jokowi pada (9/8/2021) yang dikenal dengan sistem OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach ) Perizinan berusaha terintegrasi berbasis resiko.

Budi Wahidi mengatakan bahwa Penyelenggaraan sistem perizinan elektronik yang diberi nama OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach ) adalah perizinan berusaha yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan kegiatan usahanya yang dinilai berdasarkan tingkat resiko dan skala kegiatan usaha, sistem OSS RBA ini nantinya akan menilai permohonan perizinan berusaha pada tingkat resiko dan besaran skala kegiatan usaha.

Lebih lanjut Budi Wahidi selaku fungsional analis kebijakan ahli muda / sub koordinator Pembinaan Pemantauan dan Pengawasan DPMPTSP menyatakan bahwa, ” kota Pekanbaru berpeluang besar untuk menjadi kota perdagangan dan industri, pusat kebudayaan Melayu dan Kota tujuan investasi. Hal tersebut bukan tanpa dasar melainkan merupakan hasil riset yang telah dilakukan oleh MC Kinsey 2012, the Boston Consulting Group 2012 dan Universitas Indonesia, ” ungkap Budi.

” sesuai arahan Pj. Walikota Muflihun, Pemko Pekanbaru melalui DPMPTSP bersama ini berupaya mendorong sektor usaha agar cepat pulih dan bangkit bersama melewati dampak Pandemi dengan berbagai terobosan serta inovasi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya terhadap sektor usaha Mikro, kecil dan menengah (UMKM), ” sebut Budi.

Disinggung soal hasil ekspose Nomine Pemerintah Kota yang berkinerja baik dalam penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Percepatan Pelaksanaan Berusaha (PPB) Pemerintah Daerah Kota yang ditaja oleh Kementerian Investasi BKPM, Budi mengatakan, ” alhamdulillah beberapa waktu yang lalu kita ( Kota Pekanbaru ) masuk 8 besar se Indonesia, jadi kita minta do’a dan dukungan semua, semoga final Pekanbaru bisa masuk 3 besar, ” ungkapnya penuh harapan. (*thd) 

Untuk Pengaduan Pelayanan Perizinan Kota Pekanbaru di nomor hp dan whatsApp @ 0811.7515.133

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Entertainment

Proyek PLTB CHN Energy di Afrika Selatan Tarik Perhatian Peserta BRICS Media Forum

” PLTB ini secara kreatif membangun model pertumbuhan ekonomi inklusif yang menyatukan proyek energi, perusahaan, masyarakat, dan lingkungan hidup “

Published

on

By

The Wind turbines of the De War Wind Power Project operated by CHN Energy Longyuan South Africa photographed on Aug.10 in De Car, Cape Town of South Africa.(Xinhua/Dong Jianghui)

Membumi.com

JOHANNESBURG – (23/8/2023) BRICS Media Forum Keenam dibuka di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 19 Agustus lalu. Wang Min, Director, CHN Energy Investment Group, berbagi kisah tentang kerja sama Tiongkok-Afrika di sektor energi dalam sambutannya.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) De Aar secara efektif mengatasi kelangkaan listrik di Afrika Selatan, menggerakkan pembangunan ekonomi lokal, serta berperan penting melestarikan lingkungan hidup di wilayah setempat.

Di acara ini, sekitar 200 utusan dari sekitar 100 media berita, lembaga kajian, dan organisasi internasional di 30 negara membahas tema “BRICS and Africa: Strengthening Media Dialogue for a Shared and Unbiased Future”. Tujuannya, membangun persahabatan BRICS yang bermutu tinggi, serta mengembangkan mekanisme BRICS.

CHN Energy, salah satu pemasok listrik terbesar di dunia, membangun dan mengelola proyek PLTB terbesar di Afrika Selatan, “De Aar Wind Power Project”. PLTB ini memasok listrik bersih bagi 300.000 rumah setiap tahun.

Lebih lagi, PLTB ini secara kreatif membangun model pertumbuhan ekonomi inklusif yang menyatukan proyek energi, perusahaan, masyarakat, dan lingkungan hidup. Bahkan, PLTB ini dianggap sebagai model kerja sama di sektor energi di kalangan negara BRICS.

Siyabonga Cyprian Cwele, Duta Besar Afrika Selatan untuk Tiongkok, menilai, negara BRICS aktif mengeksplorasi sejumlah cara guna mengubah metode produksi biasa menjadi produksi dan digitalisasi berteknologi canggih. Selama proses ini berlangsung, perusahaan asal Tiongkok memegang peran penting.

” PLTB ini secara kreatif membangun model pertumbuhan ekonomi inklusif yang menyatukan proyek energi, perusahaan, masyarakat, dan lingkungan hidup “

Meilleur Murindabigwi, CEO, IGIHE Ltd., media arus utama di Rwanda, menekankan, Afrika kini sangat memerlukan kerja sama dengan model tersebut. Hal ini disampaikan Murindabigwi ketika mengomentari proyek PLTB antara CHN Energy dan Afrika Selatan.

“Kerja sama energi Tiongkok-Afrika tidak hanya menutup kesenjangan energi setempat, namun juga mentransfer teknologi, serta membantu negara yang menjadi lokasi proyek dalam melatih tenaga profesional. Saya berharap, kerja sama energi tersebut semakin meluas di negara-negara Afrika,” jelasnya.

Menurut Christopher Mutsvangwa, Anggota Biro Politik, Komite Sentral Zimbabwe African National Union Patriotic Front (ZANU PF) sebagai partai penguasa, Sekretaris Bidang Informasi dan Publisitas ZANU PF, dan mantan Duta Besar Zimbabwe untuk Tiongkok, Zimbabwe membutuhkan dukungan CHN Energy untuk menggarap proyek energi bersih, serta memperluas kerja sama di sektor energi, termasuk ikut mengembangkan energi bersih demi mewujudkan hasil dan pencapaian yang saling menguntungkan, serta pembangunan bersama bagi semua pihak.

.

Source : PR Newswire

Continue Reading

Latest

PWI Riau Gelar Sosialisasi KEJ dan KPW, Ilham Bintang: Jaga Integritas Profesi Wartawan

“KEJ adalah kata kunci untuk merawat dan menjaga kepercayaan publik atas kebutuhan informasinya kepada wartawan profesional, mari kita jaga integritas profesi wartawan,”

Published

on

By

Pengurus PWI Se Riau Beserta Senior Wartawan

Membumi.com

BATAM – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau menggelar Sosialisasi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan (KPW) serta Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI, di Batam, Provinsi Kepri, 1-3 Agustus 2023.

Kegiatan itu menghadirkan para pemateri nasional yakni tokoh pers Dahlan Iskan, Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat Ilham Bintang, Ketua Komisi Diklat dan Pengembangan Profesi Dewan Pers Tri Agung Kristanto, Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus, dan Duta Besar Indonesia di Singapura, Suryopratomo.

Dalam kesempatan itu, Ketua DK PWI Pusat, Ilham Bintang mengatakan, wartawan memiliki konsep operasional moral dalam menjalankan peran dan fungsinya, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) salah satunya.

“KEJ adalah kata kunci untuk merawat dan menjaga kepercayaan publik atas kebutuhan informasinya kepada wartawan profesional, mari kita jaga integritas profesi wartawan,” sebutnya, dalam sesi pertama sosialisasi, di Hotel Batam City, Selasa (1/8/2023) siang.

Menurutnya, wartawan disebut profesional minimal harus memenuhi empat syarat: memiliki pekerjaan yang menjadi sumber nafkahnya, pekerjaannya punya organisasi, organisasinya punya kode etik, dan organisasi memiliki institusi yang mengawasi ketaatan anggota pada kode etik profesi.

Tuntutan persyaratan profesional itu, terang pria yang akrab dipanggil IB ini, semakin relevan dengan semangat perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Negara menjamin kemerdekaan pers
yang dilaksanakan secara bertanggung jawab , menaati etika profesi, dan perlindungan hukum akan berjalan efektif jika wartawan mematuhi KEJ,” tukas Ilham Bintang.

Komisioner Dewan Pers, Tri Agung Kristanto memaparkan kian maraknya fenomena “kloning” yang dilakukan sejumlah (oknum) wartawan di lapangan.

Tanpa datang ke lokasi, wartawan meminta berita dari wartawan lain, atau mengambil rekaman dari wartawan lain, dan langsung melaporkan di medianya, tanpa melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan berita itu.

“Padahal, tindakan ‘kloning’ adalah terlarang bagi seorang wartawan. Wartawan seharusnya ke lapangan untuk mendapatkan berita, dan melakukan konfirmasi kepada narasumbernya,” ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, ada fenomena media mengutip berita dari media lain, atau media sosial, dan langsung menyiarkannya.

Berita hasil kutipan inipun bisa dikutip oleh media lainnya, sehingga memunculkan fenomena yang disebut “multi level quotes”, kutip mengutip, yang bisa mengaburkan penanggungjawab atas berita itu.

Terkait tanggung jawab pada model bisnis media ini, UU Pers memang belum mengaturnya, meskipun Kode Etik Jurnalistik jelas menegaskan, sebuah berita seharusnya merupakan hasil liputan atau analisis dari wartawan.

“Bukan mengambil dari media lain atau media sosial, dengan tanpa menyebutkan sumbernya,” tutur Tri Agung.

Masih di acara yang sama, Dahlan Iskan mengatakan wartawan wajib memegang dua hal. “Pertama, jujur dalam menulis berita, dan kedua tidak beritikad buruk,” tegas mantan Menteri BUMN ini.

Pada sesi malam, Ketua Umum SMSI Pusat Firdaus memapa rkan perkembangan teknologi AI, mengakibatkan terjadi perubahan format pemberitaan dan
bergesernya nilai profesionalisme jurnalisme.

Untuk itu, menurutnya, perlu rancang bangun organ media dalam sebuah ekosistem yang terintegrasi dan terhubung dengan masa lalu dan masa depan.

“Pentingnya mengukuhkan kembali standar kemerdekaan Pers yang berdaulat, sehingga pers tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan publik yang berorintasi pada kedaulatan rakyat,” pungkasnya.

Sosialisasi KEJ dan KPW serta PD/PRT PWI yang diikuti 52 anggota PWI itu, juga dihadiri Penasihat PWI Pusat Herbert Timbo Siahaan dan anggota DK PWI Pusat Asro Kamal Rokan, serta sejumlah Ketua PWI Provinsi dan Ketua DK Provinsi se-Indonesia. ***

Continue Reading

Tech

Rancangan Perpres Tanggungjawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, Sebuah Langkah Anti Demokrasi

” Google menilai rancangan yang diajukan justru masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas “

Published

on

By

Oleh Wina Armada Sukardi - Pakar Hukum dan Etika Pers

Membumi.com

KENDATI masih banyak mengandung kontraversial, nampaknya Peraturan Presiden (Perpres) “tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas” terus saja disorong buat segera disahkan menjadi Perpers agar dapat secepatnya berlaku.

Beberapa alasan dikemukakan pihak yang menyokong Rancangan Perpres ini. Dengan adanya Perpers ini kelak, mereka berharap, ada kepastian karya pers yang didistribusikan melalui algoritma benar-benar karya pers yang berkualitas. Bukan kaleng-kaleng. Bukan abal-abal. Apalagi hoax.

Lantas diharapkan, dengan adanya Perpres ini mampu memberikan pendapatan yang adil bagi media atas platform digital. Dengan begitu, ada pendapatan yang lebih distributif dan adil.
Lewat Perpers ini pula digadang-gadang hanya pers yang berkualitas saja yang bakal disebarluaskan oleh Perusahaan platform digital.

Dalam alur pikir para pendukung Perpres ini, sebagai konsekuensinya perusahaan-perusahaan pers yang dinilai “tidak berkualitas” distribusinya menjadi terbatas dan bakal menghadapi banyak kendala. Hal ini lantaran jika Perpers soal ini disahkan, patform digital seperti mesin pencari Google berpotensi tidak dapat langsung mencantumkan berita dari perusahaan pers semacam itu.

Kenapa? Perusahaan platform nantinya wajib menjalin kerja sama dengan perusahaan pers “pemilik” berita sebelum menyiarkan karya pers. Itulah yang disebut publishers rights. Perusahaan pers punya hak untuk dibayar terhadap produk-produk yang dihasilkannya. Maka perusahaan penyebar informasi atau platform digital wajib membayar kepada perusahaan pers setiap menyiarkan berita dari perusahaan pers.

Kabarnya dalam proses pengodokan Perpers ini semua pihak yang terkait sudah dilibatkan. Sudah didengarkan. Dari situ pula terkuak, sejatinya, masih banyak perbedaan prinsipil dari para pihak. Masih ada keraguan dari beberapa pihak, Rancangan Perpers ini bakal benar-benar mampu menghasilkan eko sistem pers yang kondusif menjaga kemerdekaan pers. Google, misalnya, menilai rancangan yang diajukan justru masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas.

Terakhir, dua hari silam, beberapa organisasi wartawan pun, seperti AJI, AMSI dan lainnya, membuat petisi menolak kelas draf Perpers ini. Walaupun demikian, faktanya, naskah rancangan Perpres tersebut hari-hari ini mau dikirim Kementerian Kominfo ke Presiden Joko Widodo untuk segera ditandatangani. Setelah terjadi pergantian Menkoinfo, rancangan Perpres ini malah dipercepat untuk sampai di meja presiden.

” Google menilai rancangan yang diajukan justru masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas “

Kontradiktif

Filosofi dalam UU Pers No 40 tahun 1999 tentang Pers, antara lain, tidak ada satu pihak pun yang boleh mencampuri urusan pers. Pers ditempatkan sebagai lembaga independen. Pers yang menentukan bagaimana mereka melaksanakan kemerdekaan. Pers sendiri pula yang membuat regulasi soal pers.

Dalam hal ini yang menilai kualitas karya pers adalah pers sendiri. Bukan lingkungan di luar pers. Maka tanggung jawab pemeliharaan kualitas pers berada di pundak pers sendiri juga. Bukan di pihak lain. Tidak juga di pihak pemerintah cq presiden.

Dari judul Perpers ini saja sudah jelas terlihat mengandung kontradiktif. Simaklah judul Perpers “Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas .” Hal Ini berarti pers telah menyerahkan dan mengandalkan proses peningkatan kualitas pers kepada perusahaa platform digital. Ini tentu mengandung kontrakdiksi.
Perusahaan platform digital bukanlah perusahaan pers atau badan hukum jurnalistik.

Mereka perusahaan yang menyediakan saluran pipa informasi dari seluruh pihak di seluruh dunia. Dari manapun. Perusahaan platform digital sama sekali tak terkait langsung dengan pembuatan karya-karya pers. Itulah sebabnya mengapa mereka tidak memiliki wartawan.

Pertanyaannya, mengapa dalam Perpers kita perlu menyerahkan dan mengandalkan kualitas karya pers atau jurnalistik kepada perusahaan platform digital? Kepada lembaga yang tidak mengurusi proses pembuatan berita? Mereka pun tidak kompeten soal apakah sebuah karya jurnalistik itu berkualitas arau tidak.

Disinilah kalau Perpers disahkan, bermakna kelak pers telah menyerahkan urusan peningkatan kualitas karya jurnalistik kepada lembaga yang tidak kompeten dan tidak terlibat dalam proses peningkatan kualitas karya jurnalistik. Ironis dan kontrakdiksi. Lewat Perpers ini pula, jika jadi disahkan, pers telah memberikan sebagian kewenangan kepada presiden. Pemerintah (baik presiden maupun aparatnya) selama ini menurut UU Pers tidak diperkenankan ikut campur dalam urusan pers.

Namun dengan adanya tawaran pengesahan Perpers ini, maka dibukalah pintu untuk pemerintah mencampuri urusan pers. Lewat Perpers ini pemerintah diberi karpet merah untuk ikut kembali mengatur dunia pers yang dalam UU Pers jelas sebetul nya tidak diperbolehkan
Adanya Perpers ini memungkinkan di kemudian hari pemerintah membuat berbagai regulasi di bidang pers. Dengan kata lain, perpers ini merupakan undangan terbuka kepada perintah untuk “cawe-cawe” di dunia pers. Dan sekali pemerintah diizinkan masuk ke dalam dunia pers, sejarah telah membuktikan, betapa pemerintah (siapapun) bakal tergiur untuk menciptakan “pers yang berkualitas dalam mendukung pemerintah.” Pers bakal dikebiri. Pers dibuat mandul!

Ini jelas kontradiktif yang terang benderang.

Asas Timbal Balik

Sebagaimana dalam bidang lainnya, di lapangan bisnis juga berlaku asas timbal balik atau asas reprositas. Artinya, kalau kepada mitra bisnis kita memberlakukan suatu ketentuan, maka mitra kita juga bakal memperlakukan ketentuan itu buat kita. Demikian juga dalam konsep Perpers *Rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas” perusahaan platform digital wajib membayar hak -hak “kepemilikan” karya jurnalistik perusahaan pers, atau kemudian dikenal dengan sebutan “publisher right” kepada perusahaan pers.

Nah, kalau asas ini dipaksa diterapkan kepada perusahaan Platform digital, maka sebaliknya perusahaan platform digital juga meminta agar asas ini sama-sama diterapkan kepada perusahaan pers. Jadi fair. Adil.

Maka setiap perusahaan platform digital menyiarkan karya pers atau karya jurnalistik atau berita, yang diambil dari perusahaan pers, perusahaan plafform digital itu wajib membayar sejumlah dana ke perusahaan pers. Katakanlah karena perusahaan pers memiliki publisher right atau hak penerbit.

Sebagai konsekuensi dari asas ini, maka sebaliknya, jika perusahaan pers ingin mengambil data apapun dari perusahaan platform digital, nantinya tidak lagi gratis. Otomatis juga harus bayar.

Pada kasus seperti ini, untuk memperkuat fakta berita dan struktur karya , perusahaan pers tidak lagi gratis mengambil dari perusahaan platform digital. Semua data, informasi yang diambil dari perusahaan platform digital, harus dibayar perusahaan pers. Tak ada lagi yang gratis. Padahal sebelumnya perusahaan pers boleh mengambil data,fakta dan infografik apapun dari plaftform digital secara gratis.

Kelak sebagai konsekuensinya adanya pengaturan publisher right di Perpers, semua kutipan dan data apapun dari platform digital harus dibayar.

Bakal Rontok 70 Persen

Sekarang kita tinggal berhitung, lebih banyak untung atau rugi jika Perpers tersebut disahkan dan diberlakukan? Lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya?

Jawaban gamblang : jika Perpers soal ini jadi disahkan, maka sekitar 70% – 80% perusahaan pers digital bakal rontok, mati, dan Kemerdekaan Pers terhambat.

” jika Perpers soal ini jadi disahkan, maka sekitar 70% – 80% perusahaan Pers Digital bakal rontok, Mati, dan Kemerdekaan Pers terhambat “

Pertama, selama ini sebagian konten dari perusahaan pers online atau digital, isinya sekitar 70% – 80% mengutip dan mengambil data dari perusahaan platform digital secara gratis. Dalam keadaan demikian saja, perusahaan pers masih kembang kempis, bahkan tekor.

Apalagi kalau kelak masih harus membayar kepada perusahaan platform digital. Sudah pasti mereka bakal menggali kuburnya sendiri alias akan mati bangkrut. Hanya sebagian kecil yang bertahan.

Dalam bahasa yang lebih mudah, berlakunya Perpers itu bukannya membuat eko sistem pers Indonesia tumbuh subur dan sehat, malah sebaliknya menjadi virus pembunuh masal terhadap pers Indonesia. Pers Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka, akan bertumbangan satu persatu.

Apakah yang bertahan inilah yang dsebut sebagai penghasil “karya jurnalistik berkualitas?” Tentu tidak. Ini masuk alasan kedua. Pola itu selain lebih liberal dari liberalisme, juga menjadikan konfigurasi kehadiran pers tidak lagi berwarna.

Karya pers atau karya jurnalistik yang pendapat nya berlain lainan , karena dinilai “tidak berkualitas” sudah “dibunuh” lebih dahulu lewat Perpers. Maklumlah harus bayar ke perusahaan platform digital.

Dalam keadaan jumlah pers cuma sedikit, pers justeru akan lebih mudah dikontrol negara atau pemerintah. Pada titik ini kehadiran pers digital yang harusnya juga selaras dengan pertumbuhan demokrasi, malah mematikan demokrasi.

Sadar atau tidak, mungkin ini mendekatkan kita ke doktrin komunis China. Biarkanlah semua warna bunga (teratai) boleh tumbuh, tapi nanti hanya bunga (teratai) hitam saja yang dibiarkan bertahan berkembang. Lainnya dibabat dan dikondisikan tidak tumbuh. Setelah membiarkan banyak pers digital lahir, Perpers berlaku sebagai mata pisau yang “memotong” sebagian besar pers digital dan membiarkan segelintir yang hidup sehingga kelak mudah dikendalikan.

Dari sini nyata terlihat, rancangan Perpers yang amat bertentangan dengan UU Pers yang membangun dunia jurnalistik yang independen, bermutu, mandiri dan swaregulasi. Itulah amanah reformasi. Amanat untuk menjadikan Indonesia lebih demokrasi.

Kalau kemudian rancangan Perpers disahkan isinya boleh disebut menghianati UU Pers karena anti demokrasi. Ketimbang mengurusi pers sebaiknya pemerintah cq Kominfo lebih baik mengurus hal yang memerlukan fokus dan perhatian. Misalnya coba agar pembangunan BTS benar-benar terwujud tanpa korupsi sehingga seluruh desa benar-benar dapat menikmati internet. Bukan malah “cawe-cawe “ urusan pers yang menjadi tanggung jawab pers (*rls)

Penulis : Oleh Wina Armada Sukardi ( Pakar Hukum dan Etika Pers )

Continue Reading

Trending