Connect with us

Hukum dan Keadilan

Seratus Lebih Warga Sipil dibunuh Secara Brutal dalam Serangan Udara Israel di Jabalia

Serangan tersebut mengakibatkan terbunuhnya sekitar 100 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.

Published

on

Rescue workers searching for survivors under the rubble of their homes destroyed in the Israeli airstrikes. (WAFA Images)

Membumi.com

Gaza (2/12/23) – Lebih dari 100 warga sipil Palestina yang tidak bersalah dibunuh secara brutal hari ini dalam pembantaian keji Israel yang menargetkan sebuah bangunan tempat tinggal di Jabalia, utara Jalur Gaza, menurut koresponden WAFA. Selama genosida Israel yang sedang berlangsung, bangunan itu menampung ratusan warga sipil.

Insiden mengerikan itu terjadi ketika sebuah bangunan tempat tinggal milik keluarga Obeid di Jabalia menjadi sasaran serangan rudal Israel yang sangat besar.

Serangan tersebut mengakibatkan terbunuhnya sekitar 100 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.

Laporan menunjukkan bahwa serangan rudal Israel juga menyebabkan puluhan orang lainnya terluka, dan banyak yang masih terjebak di bawah puing-puing, sehingga menambah gawatnya situasi. Jumlah pasti orang hilang masih belum diketahui karena operasi pencarian dan penyelamatan terus berlanjut.

Kekejaman terbaru ini bukanlah sebuah insiden yang terisolasi, karena pasukan pendudukan Israel telah berulang kali melakukan pembantaian serupa terhadap warga sipil di rumah mereka atau mencari perlindungan di sekolah-sekolah, baik di Jabalia atau wilayah lain di Jalur Gaza.

Setidaknya 15.500 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil tak berdosa, termasuk lebih dari 6.500 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita, telah terbunuh sejak dimulainya kampanye genosida Israel di Gaza pada 7 Oktober, menurut statistik nonfinal Kementerian Kesehatan.

Pejabat PBB Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Kemanusiaan

Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Martin Griffiths di New York mengatakan, dengan terjadinya kembali pertempuran, orang-orang di Gaza tidak punya tempat aman untuk pergi dan sangat sedikit yang bertahan hidup.

Meskipun minggu lalu memberi kita gambaran sekilas tentang apa yang bisa terjadi ketika senjata tidak lagi digunakan, namun situasi di Khan Younis hari ini adalah pengingat yang mengejutkan, tentang apa yang terjadi jika senjata tidak dibungkam, katanya.

“ Hari ini, dalam hitungan jam, banyak orang dilaporkan tewas dan terluka. Keluarga-keluarga disuruh mengungsi lagi. Harapan pupus,” kata pejabat PBB itu.

Hampir dua bulan setelah pertempuran terjadi, anak-anak, perempuan dan laki-laki di Gaza semuanya ketakutan. Mereka tidak mempunyai tempat yang aman untuk dituju dan sangat sedikit tempat untuk bertahan hidup.

Mereka hidup dikelilingi oleh Penyakit, Kehancuran dan Kematian. Ini tidak bisa diterima. Kita perlu mempertahankan kemajuan dan melanjutkan penyaluran bantuan

Martin Griffiths

” Kami membutuhkan warga sipil dan infrastruktur pendukung kehidupan yang mereka andalkan untuk dilindungi, ” katanya, dan menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera dan diakhirinya pertempuran.

Source : Palestinian News & Information Agency-WAFA

.

.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Headlines

Akankah Prof. Bambang Hero Berhasil Dikriminalisasi ?! Ini Dia Analisanya

Pelaporan tersebut dipandang sebagai upaya ” judicial harassment “

Published

on

By

Dok. Prof. Bambang Hero / TII

Membumi,com

Jakarta –Pasca Harvey Moeis divonis pidana penjara 6,5 tahun dengan putusan yang mengharuskan korporasi mengganti kerusakan lingkungan akibat korupsi timah, muncul intimidasi kepada ahli perkara tersebut. 

Dalam putusan Harvey Moeis terungkap adanya kerugian kerusakan lingkungan senilai Rp 271 triliun akibat aktivitas PT Timah Tbk dan 5 perusahaan lainnya. Nilai tersebut muncul dari penghitungan kerugian negara disektor lingkungan yang dilakukan oleh ahli bernama Prof. Bambang Hero.

Menjawab soal Bambang Hero dilaporkan oleh Kantor Hukum Andi Kusuma Law Firm yang mengaku sebagai perwakilan elemen masyarakat Bangka Belitung ke Polda Bangka Belitung yang dituduh memberikan keterangan palsu dengan melakukan perhitungan kerugian lingkungan yang tidak sesuai.

Dalam rilies Transparansi internasional Indonesia (TII) menyebutkan bahwa Pelaporan kepada Bambang Hero patut dilihat sebagai upaya judicial harassment atau intimidasi melalui jalur hukum. Serangan dan intimidasi rentan muncul terhadap ahli yang memberikan keterangan untuk mendukung pengungkapan kasus korupsi. 

Ironisnya, pelaporan ini bukan merupakan upaya kriminalisasi pertama yang dihadapi Bambang Hero. Pada 2018, Bambang Hero pernah digugat secara perdata bersama dengan Basuki Wasis saat keduanya menjadi ahli dalam perkara korupsi. Mereka digugat oleh terdakwa kasus korupsi pengeluaran izin pertambangan yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sultra Nur Alam.

Baca : Dianggap Malas Menghitung Kerugian, Prof. Bambang Hero Saharjo Dilaporkan ke Polisi

Keterangan Ahli di Muka Persidangan

Keterangan ahli yang diberikan dimuka persidangan, sebagaimana dilakukan oleh Bambang Hero, merupakan aktivitas akademik yang dilindungi hukum. Hal yang disampaikan ahli merupakan bagian tak terpisahkan dari kemampuan atau karya akademis, baik berupa penelitian, pengajaran, dan publikasi yang telah dilahirkan sebagai kewajiban yang dipenuhi oleh seorang akademisi. Adapun karya-karya akademis dapat menjadi pertimbangan hakim untuk dihadirkan dalam persidangan, sebelum disumpah.

Lebih lanjut disampaikan bahwa keterangan ahli yang diberikan Bambang Hero dimuka persidangan merupakan hasil pemikiran yang didasarkan metode ilmiah yang telah ia yakini. Dalam proses persidangan, tentunya hakim, pengacara, atau jaksa dalam kasus pidana memiliki hak untuk menguji keahlian saksi ahli.

Para pihak juga dapat menghadirkan ahli lain untuk menyandingkan, menguji argumen lainnya, bilamana dinilai keterangan ahli terkait tidak memuaskan atau dianggap tidak tepat.

Sehingga, bilamana keterangan Bambang Hero dianggap tidak tepat, keliru, atau bahkan mengandung unsur kebohongan, maka forum yang secara hukum disediakan adalah mengundang ahli lain untuk mengujinya dipengadilan untuk kemudian disimpulkan para pihak, termasuk hakim dalam mengambil putusan.

Sebagai aktivitas akademik, yang mana pemikirannya atas dasar metode ilmiah, maka untuk menguji keterangan ahli harus dikembalikan pada komunitas para ahli terkait, baik melalui institusi pendidikan tinggi yang bersangkutan ataupun melalui asosiasi akademik yang memungkinkan mengujinya atas dasar keahlian.

Baca : Kejagung Ancam Balik Pihak yang Polisikan Profesor Bambang Hero  

Hal inilah yang  disebut ” Mekanisme Menguji dengan Keahlian Terkait, atau Peer Review Mechanism ” dalam menguji nalar atau argumen, metode, maupun hasil dari suatu pemikiran/penelitian akademis. Pihak  yang dapat menentukan apakah keterangan ahli tersebut tidak tepat, keliru, berbeda atau bahkan mengandung unsur kebohongan, hanyalah peer review mechanism.

Bahwa Prof. bambang Hero hadir dan memberikan keterangan ahli dalam persidangan merupakan bagian dari kebebasan akademik sekaligus otonomi keilmuan, yang menjalankan amanat Tri Dharma Perguruan Tinggi ketiga, yakni Pengabdian Masyarakat. 

Sebagaimana Pasal 47 UU Dikti, ayat  (1):  “ Pengabdian kepada Masyarakat  merupakan kegiatan Sivitas Akademika dalam mengamalkan dan membudayakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

” Sedangkan ayat (2) “ Pengabdian kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian, dan/atau  otonomi keilmuan Sivitas Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.”

Berdasarkan sejumlah ketentuan diatas, pelaporan kepada Prof. Bambang Hero tidak layak ditindaklanjuti. Karena, kehadirannya serta pemberian keterangan ahli dimuka persidangan merupakan bagian dari Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan yang menjadi amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Secara hukum, apa yang dilakukannya dilindungi dan difasilitasi oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Sehingga, bila pelapor keberatan atas keterangan ahli Prof Bambang Hero, seharusnya keberatan itu diajukan melalui institusi Prof Bambang Hero, yakni Institut  Pertanian Bogor (IPB), Bukan melalui laporan kepolisian pemidanaan atau langkah hukum lain yang bukan bagian/proses dari menguji pertanggungjawaban akademik seorang akademisi.

Proses hukum yang sedang berlangsung, apalagi menghukum  keterangan ahli yang disampaikan  akademisi justru merendahkan posisi Universitas untuk ikut andil dalam mengembangkan upaya melindungi  ilmu pengetahuan. Universitas itu  sendiri, sebagai bastion libertatis, benteng kebebasan !

Oleh karenanya bila kasus yang menimpa Prof Bambang Hero tersebut tetap diproses hukum dan dinyatakan bersalah atas keterangan ahlinya atau hasil risetnya, jelas penggunaan hukum negara terlalu jauh masuk kedalam  profesionalitas dan standar etika komunitas akademik. Kasus itu harusnya diselesaikan melalui forum akademik itu sendiri.

Baca : Menteri LHK terbitkan aturan yang larang pejuang lingkungan dipidana, akankah menghentikan kriminalisasi?

Kriminalisasi Bambang Hero = Pelanggaran Perlindungan Pejuang Lingkungan

Pelaporan terhadap Bambang Hero juga patut diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 10 tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat (PermenLHK 10/2024). 

Dalam hal ini, akademisi dan atas pendapatnya melakukan penghitungan kerugian kerusakan lingkungan masuk sebagai subjek yang dilindungi aturan tersebut. Pasal 2 peraturan tersebut menyatakan bahwa orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Dalam aturan lainnya juga dijelaskan bahwa menghitung kerugian kerusakan lingkungan perlu berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup (Permen LHK 7/2014). 

Merujuk pada Pasal 4, perhitungan kerugian lingkungan hidup dapat dilakukan oleh ahli bidang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan/atau valuasi ekonomi lingkungan hidup. Aturan tersebut juga memberi pedoman penghitungan kerugian lingkungan dengan membagi kerugian lingkungan dalam kawasan hutan dengan luar kawasan hutan.

Aduan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada kepolisian mengenai Bambang Hero tidak memiliki dasar dalam melakukan penghitungan kerugian negara merupakan kekeliruan.

Penghitungan kerugian tersebut pun sudah diakomodasi oleh pihak BPKP sebagai bagian dari valuasi terhadap kerugian keuangan negara sekitar Rp. 300 triliun. Kami meyakini bahwa proses perhitungan yang dilakukan BPKP telah didasarkan pada prinsip due proportional care, yang mana perhitungan ini kemudian telah diakui oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini.

Selain itu, kejadian yang dialami oleh Bambang Hero merupakan upaya intimidasi kepada pihak yang terlibat dalam upaya melawan pelaku perusak lingkungan. Berdasarkan data ICW dari 2015-2024, terdapat 50 kasus intimidasi terhadap 123 pegiat antikorupsi, 20 kasus diantaranya adalah upaya judicial harassment.

Source : TII

.

.

Continue Reading

Headlines

ICW : Dalam Hitungan Jam, RUU Minerba 2025 Dibahas dan Pleno Secara Tertutup

Secara terang menabrak Judicial Order Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. 

Published

on

By

Dok Ilustrasi / ICW

Membumi.com

Jakarta (24/01/25) –  Di tengah masa reses pada (20/1/2025), Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara kilat dan tidak partisipatif, menyelenggarakan rapat untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). 

Dalam rilies nya ICW juga mengungkapkan sejumlah keganjilan, bahwa dalam hitungan jam setelah rapat panitia kerja tertutup untuk menyusun RUU, digelar rapat pleno tertutup untuk memutuskan bahwa RUU Minerba 2025 menjadi inisiatif DPR.

Selain dari proses penyusunannya yang inkonstitusional karena secara terang menabrak judicial order Mahkamah Konstitusi tentang partisipasi bermakna diseluruh tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki dua catatan terhadap sejumlah pasal yang ada dalam draf RUU Minerba yang beredar pada 20 Januari 2025. 

1. Kentalnya Nuansa Politik Patronase di Balik Perluasan Subjek Penerima Izin Pertambangan

Melalui Pasal 51 ayat (1), 51A ayat (1), dan 75 ayat (2), subjek penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diperluas sehingga dapat diberikan kepada organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan dan perguruan tinggi melalui badan usaha yang dimilikinya. RUU ini hendak melegitimasi substansi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 yang sebelumnya memberikan penawaran prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada Ormas keagamaan. 

ICW menilai, motivasi dibalik rancangan ketentuan di atas kental dengan nuansa politik patronase atau sekadar untuk “bagi-bagi kue” bagi loyalis pemerintah sebagai bentuk balas budi. Sebab, sama sekali tidak ada urgensi untuk memberikan hak mengelola tambang bagi Ormas keagamaan maupun perguruan tinggi yang jelas-jelas tidak memiliki kompetensi maupun pengalaman di sektor pertambangan.

Terlebih, apabila kita membaca bagian penjelasan dari RUU Minerba 2025, hanya disinggung bahwa perlu adanya akselerasi keterlibatan dari  dua di antaranya perguruan tinggi dan Ormas Keagamaan dalam upaya meningkatkan nilai tambah.

Tidak sulit untuk membayangkan skenario di atas jika merujuk hasil penelusuran dan catatan kritis ICW terkait upaya revisi UU Minerba pada 2020 lalu yang berhasil mengungkap bahwa sejumlah substansi pasalnya– khususnya terkait jaminan perpanjangan lisensi kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B), hanya menguntungkan segelintir elite-elite kaya di balik sejumlah perusahaan batu bara. 

Pola korupsi pembajakan negara dalam bentuk regulatory capture atau state capture semacam ini merupakan hal yang telah lama marak terjadi. Dengan demikian, apabila RUU Minerba baru ini disahkan, hal tersebut hanya akan memperluas aktor pemburu rente dalam sektor ekstraktif. 

2. Potensi Besar Korupsi dalam Prioritas Pemberian Izin Tambang

Melalui Pasal 51A, 51B, dan 75, WIUP mineral logam atau batu bara, WIUP mineral mineral logam atau batu bara dalam rangka hilirisasi, dan IUPK diberikan dengan cara prioritas. Dengan kata lain, izin tambang melalui RUU Minerba 2025 dapat diberikan tanpa melalui proses lelang sebagaimana diatur sebelumnya. 

Tanpa adanya indikator yang jelas serta terukur dalam penentuan prioritas tersebut, ICW melihat potensi besar terjadinya korupsi. Misalnya, agar dapat diprioritaskan, nantinya akan sangat mungkin badan usaha– baik itu swasta, Ormas keagamaan, maupun perguruan tinggi, yang hendak mendapatkan izin akan berdagang pengaruh atau bahkan memberikan suap pada kepala daerah maupun pihak kementerian yang mengurus perizinan tambang. 

Dengan skema lelang seperti sekarang pun, risiko korupsi di sektor pertambangan sudah sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelusuran ICW dari penindakan kasus oleh aparat penegak hukum, sejak 2016–2023 saja, negara sudah merugi sekitar Rp24,8 triliun dari kasus korupsi di sektor pengelolaan sumber daya alam secara umum.

Ketimbang menambah risiko korupsi dengan menghilangkan proses lelang dan memperluas pemberian izin tambang ke perguruan tinggi ataupun Ormas keagamaan, lebih urgen bagi pemerintah untuk mengevaluasi total tata kelola sektor pertambangan, khususnya pada titik-titik rentan saat proses lelang WIUP atau WIUPK. 

Berdasarkan dua catatan di atas, ICW mendesak DPR agar menghentikan seluruh proses revisi RUU Minerba 2025 yang disusun secara ugal-ugalan.

Source : ICW

.


.

Continue Reading

Headlines

WALHI Kecam Pelibatan Korem 033 WP untuk PSN Rempang Eco-City

Penolakan masyarakat adat dan tempatan Rempang kembali mendapat tantangan

Published

on

By

Dok. bpbatam.go.id / BP Batam Rapat Bersama Korem 033 Wira Pratama Bahas Pengembangan PSN Rempang Eco-City

Membumi.com

Kepri (15/01/25 ) – Menjawab rapat koordinasi BP Batam bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama, Senin (13/1/2025) di Ruang Rapat Marketing Centre yang bertujuan untuk membahas progres pengembangan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco-City.

Yang mana terdapat beberapa poin penting antara lain berkaitan dengan penyiapan infrastruktur dasar Kawasan Tanjung Banon serta pengerjaan pembangunan rumah baru untuk warga terdampak pembangunan Rempang Eco-City tahap kedua.

Dalam siaran pers Wahana Lingkungan Hidup (Walhi ) yang diterima redaksi (15/01/25) bahwa Penolakan masyarakat adat dan tempatan Rempang terhadap PSN Rempang Eco-City kembali mendapat tantangan dari BP Batam dengan meminta bantuan Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama agar tetap dapat melanjutkan pembangunan PSN.

Langkah BP Batam ini berpotensi memperburuk situasi Rempang yang beberapa waktu lalu mengalami peristiwa kekerasan oleh preman PT Makmur Elok Graha (MEG). Selain menandai makin kuatnya pendekatan militeristis di Rempang, hal ini juga bertolak belakang dengan perintah Prabowo untuk mengevaluasi PSN.

Baca : Rapat Bersama Korem 033 Wira Pratama Bahas Pengembangan PSN Rempang Eco-City

Ahlul Fadli, Manajer Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim WALHI Riau, menyatakan pelibatan Korem dalam percepatan pembangunan PSN Rempang Eco-City menunjukkan rupa bagaimana negara terus menggunakan pendekatan militeristik dalam menjalankan kebijakan PSN. 

“ Kami sangat menyayangkan tindakan BP Batam yang bersikeras melanjutkan pembangunan PSN Rempang Eco-City di tengah situasi Rempang yang masih tidak kondusif pasca peristiwa kekerasan oleh PT MEG Desember lalu. Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PSN ini dan meninggalkan pendekatan kekerasan dalam prosesnya agar tidak jatuh korban lagi, ” ujar Ahlul.

Ahlul juga mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan pembangunan apapun termasuk PSN harus memenuhi prinsip free prior informed consent (FPIC) atau adanya persetujuan dari masyarakat terdampak. 

“ Hingga sekarang, BP Batam masih tidak mau terbuka atas data penerima relokasi yang kami yakini tidak sesuai dengan data lapangan. Tidak hanya itu, BP Batam sampai sekarang juga tidak kunjung memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang mestinya ada sebelum proyek ini dijalankan,” kata Ahlul.

Selain mengecam pelibatan Korem dalam melanjutkan PSN Rempang Eco-City, Ahlul juga mempertanyakan hubungan antara PT MEG dengan proyek ketahanan pangan yang akan dikerjakan BP Batam dan Korem. 

Baca : Dasco: Prabowo akan Evaluasi PSN yang Tak Untungkan Rakyat

“ Isu keterlibatan PT MEG dalam proyek ketahanan pangan oleh BP Batam dan Korem juga sangat mencurigakan. Apa peran dia dalam proyek tersebut ? Jika untuk memenuhi kebutuhan pangan yang dapat mendukung program makan bergizi gratis, mengapa tidak bekerjasama dengan masyarakat Rempang saja yang sudah jelas-jelas memiliki hasil pertanian dan perkebunan selama bertahun-tahun ? Mengapa justru dengan PT MEG ? ”

Selanjutnya Ahlul mengingatkan BP Batam tentang pernyataan dari Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, terkait rencana evaluasi PSN oleh Prabowo Subianto. Meskipun belum diketahui pasti apakah hal ini benar-benar akan dilakukan oleh Prabowo, Ahlul mengingatkan bahwa PSN Rempang Eco-City harus menjadi salah satu PSN yang dievaluasi. 

“ Prabowo Subianto harus mengevaluasi PSN Rempang Eco-City sebagai salah satu PSN yang tidak bermanfaat untuk masyarakat karena akan menghilangkan identitas serta sumber penghidupan ribuan masyarakat Rempang. Di sisi lain, penolakan dari masyarakat Rempang pun tidak akan berhenti hingga PSN ini dihentikan dan dicabut, ” tutup Ahlul.

Source : WALHI Riau

.

.

Continue Reading

Trending