Connect with us

Headlines

TII Ungkap Sederet Kejanggalan Dalam Pengadaan Private Jet KPU

Published

on

Dok Ilustrasi Pengadaan Privat Jet KPU / Pixabay

Membumi.com

Jakarta (30/04/25) – Publik kembali dibuat terperangah, korupsi di sektor pengadaan gak ada matinya. Kerentanan korupsi di sektor ini juga muncul dalam temuan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2024 yang menemukan “sektor PBJ mendominasi praktik suap dan gratifikasi di kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.”

Kondisi inilah yang menjadi salah satu alasan Transparency International Indonesia (TI Indonesia) berfokus pada advokasi untuk reformasi di sektor pengadaan. Salah satu pengadaan barang/jasa yang kemudian menjadi perhatian adalah pengadaan sewa private jet oleh KPU pada pemilu 2024 yang lalu.

Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa pengadaan ini patut dibuka ke publik, pertama anggaran penyelenggaraan pemilu 2024 yang begitu besar (Rp. 71 Triliun) membuka ruang korupsi, khususnya di sektor pengadaan. Jika belajar dari pemilu sebelumnya, ada banyak kasus korupsi terkait logistik pemilu, sebut saja pengadaan segel surat suara, pengadaan kotak suara, suap kepada auditor BPK, pengadaan asuransi anggota KPU, hingga pengumpulan “upeti” dari rekanan KPU.

Semua kasus ini menyeret banyak anggota KPU dan birokrasi ke penjara. Kedua, KPU tidak cukup memberikan informasi kepada publik terkait pengadaan private jet. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, KPU seolah menahan banyak informasi terkait pengadaan ini.

Perencanaan Janggal

Melalui penelusuran Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), TI Indonesia menemukan nama paket pengadaan “Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik” dengan kode 53276949 senilai Rp. 46.195. 659.000.

Adapun uraian pekerjaan dari paket pengadaan ini berbunyi “Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik untuk Monitoring dan Evaluasi Logistik Pemilu 2024”. TI Indonesia menilai ada kejanggalan dalam RUP ini;

1. Paket pengadaan ini tidak secara spesifik menyebutkan jenis kendaraan apa yang akan disewa oleh KPU. Dengan anggaran sewa yang sedemikian besar, harusnya sejak awal KPU sudah mengetahui kendaraan apa yang akan digunakan. Hal ini mengindikasikan perencanaan pengadaan oleh KPU bermasalah.

2. Paket pengadaan sewa kendaraan ini menggunakan metode e-purchasing. Pada satu sisi metode ini memudahkan dalam memilih penyedia, namun ada potensi “kick-back” dari penyedia. Ada banyak contoh kasus korupsi pengadaan yang menggunakan metode yang sama. Dari sisi publik, sistem e-purchasing cenderung tertutup, publik tidak dapat mengetahui bagaimana proses penawaran terjadi, termasuk alasan mengapa penyedia tertentu yang dipilih.

3. Pengumuman RUP sewa dukungan kendaraan logistik ini dilakukan jauh setelah pengadaan selesai dilakukan. Dilaman RUP jelas tertulis pengumuman baru dilakukan pada 1 November 2024, sedangkan pekerjaannya dilaksanakan Januari – Februari 2024. Pengumuan RUP seolah dilakukan sebatas memenuhi formalitas dari pengadaan yang sebenarnya bermasalah. Ada kecurigaan bahwa pengadaan private jet memang tiba-tiba muncul ketika tahapan pemilu sedang berlangsung.

Tahapan Pemilu vs Sewa Private Jet

KPU dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa penggunaan private jet digunakan untuk kepentingan logistik pemilu 2024. TI Indonesia kemudian melakukan penelusuran tahapan distribusi logistik pemilu 2024 melalui laman website KPU.

Dalam rilis tersebut dicantumkan bahwa proses pengiriman logistik hingga sampai di ibukota kabupaten/kota disebutkan akan berakhir pada 16 Januari 2024. Lalu pada 17 Januari 2024 – 13 Februari 2024 sudah merupakan proses pengiriman dari kabupaten/kota ke TPS.

Jika dikaitkan dengan waktu penggunaan private jet di bulan Januari – Februari 2024 sebagaimana dicantumkan dalam RUP dengan waktu distribusi logistik yang diatur sendiri oleh KPU, TI Indonesia berkesimpulan bahwa pengadaan private jet tidak sesuai dengan peruntukannya karena dilakukan setelah distribusi logistik telah sampai ke daerah.

Apalagi ada informasi yang menyebutkan bahwa pengadaan sewa private jet ini tidak hanya dilakukan pada periode Januari – Februari 2024, tetapi diduga dilakukan hingga bulan Juni 2024.

Artinya ini sudah jauh melewati masa tahapan distribusi logistik. Artinya selain soal urgensi penggunaan private jet dalam logistik pemilu, ada dugaan penggunaan private jet justru tidak digunakan untuk hal tersebut. Ini semakin memunculkan kuatnya indikasi kerugian negara dalam pengadaan sewa private jet.

Siapa Pemenang Tender Private Jet KPU 2024 ?

TI Indonesia melanjutkan penelusuran untuk mencari informasi siapa pemenang dalam pengadaan private jet ini. Melalui sistem Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal atau AMEL) LKPP, sebuah sistem yang bertujuan memantau realisasi anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah di setiap lembaga. Melalui sistem ini TI Indonesia menggunakan kode RUP sebelumnya untuk mencari kesesuaian data soal sewa private jet.

Hasilnya TI Indonesia menemukan dua kontrak untuk penyedia yang sama. Artinya penyedia atau perusahaan tersebut menyediakan dua paket pekerjaan dalam satu RUP. Penyedia tersebut adalah PT Alfalima Cakrawala Indonesia. Jika ditelusuri melalui website resmi https://www.alfa5aviation.com/ ditemukan bahwa perusahaan tersebut memang perusahaan yang menyediakan layanan penyewaan private jet.

Ada 2 (dua) dokumen kontrak yang terkait dengan pengadaan dengan kode RUP 53276949. Dua dokumen kontrak ini masing-masing tertanggal 6 Januari 2024 dengan nilai Rp. 40.195.588.620, dan kontrak tertanggal 8 Februari 2024 dengan nilai Rp. 25.299.744.375. Jika ditotal, jumlahnya menjadi Rp. 65.495.332.995. Ada beberapa kejanggalan dari perusahaan dan kontrak ini;

1. PT Alfalima Cakrawala Indonesia baru dibentuk pada tahun 2022, Perusahaan ini baru berusia 2 tahun, belum memiliki pengalaman sebagai penyedia untuk melaksanakan program pemerintah, tapi faktanya telah dipilih oleh KPU untuk penyewaan private jet. Jika ditelusuri melalui situs Sistem Informasi Penyedia di website LKPP, perusahaan ini justru dikualifikasikan sebagai usaha kecil.

2. Total anggaran dari dua kontrak ini mencapai Rp. 65.495.332.995. Padahal di RUP pagunya hanya 46.195. 659.000. Jika dihitung selisihnya Rp. 19.299.673.995. Dengan selisih ini ada dugaan mark-up dalam penyewaan private jet.

3. Dengan adanya dua kontrak yang berbeda, TI Indonesia menyimpulkan bahwa setidaknya KPU menyewa Dua unit private jet. Ini tentu perlu ditelusuri dalam dokumen kontrak yang lebih detail yang tidak ditemukan dalam dokumen publik manapun. Dari aspek kebutuhan, menyewa hingga 2 private jet pada saat yang bersamaan, dimasa tahapan distribusi logistik yang sudah hampir selesai, menimbulkan pertanyaan lanjutan apakah private jet digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemilu atau kepentingan “lain”?

Seluruh temuan TI Indonesia terkait pengadaan private jet ini sesungguhnya menggambarkan sistem pengadaan barang/jasa di Indonesia belum cukup memadai dalam mencegah korupsi. Klaim soal digitalisasi pengadaan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai penggunaan teknologi semata.

Ada aspek partisipasi publik, perencanaan yang baik dan sesuai kebutuhan, hingga keterbukaan informasi yang kerap menjadi masalah berulang dalam pengadaan. Dari aspek hukum, seluruh temuan ini akan menjadi bagian dari advokasi bersama Masyarakat sipil untuk disampaikan kepada institusi yang terkait dengan pemeriksaan keuangan negara dan penegak hukum.

Menjawab hal tersebut, sebagaimana dilansir dari kompas.com, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Afifuddin, mengatakan bahwa penggunaan jet pribadi tersebut dikarenakan pendistribusian logistik yang mepet untuk beberapa daerah yang sulit terjangkau.

“Jadi, kan kita itu dibayang-bayangi dengan waktu tahapan yang sangat mepet. Begitu kampanye cuma 75 hari, maka pengadaan logistik, distribusi, dan lain-lainnya kan sangat terbatas dibandingkan pemilu sebelumnya yang sampai 7 bulan,” ujar Afifudin, saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Afifuddin juga mengatakan, bahwa masalah teknis terkait pengadaan sewa jet pribadi bisa ditanyakan kepada jajaran sekretariat KPU RI. Nah.

Source : TII
.

.

.

.

.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *