New Delhi (10/9/23) – Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menghadiri perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di bawah Presidensi India mendampingi Presiden RI bersama dengan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya.
Pertemuan yang berlangsung pada tanggal 9-10 September 2023 di New Delhi India membahas berbagai isu yang menjadi prioritas negara G20 dan perlu mendapatkan perhatian bersama untuk menghadapi tantangan global saat ini.
Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen kesepakatan para pemimpin G20, yaitu Leaders’ Declaration, yang meliputi berbagai isu dari Jalur Keuangan dan Jalur Sherpa.
Beberapa kesepakatan penting dari Jalur Keuangan menegaskan kembali komitmen para pemimpin G20 akan perlunya kebijakan moneter, fiskal, keuangan, dan struktural yang terkalibrasi dengan baik guna mendorong pertumbuhan, mengurangi kesenjangan, mendukung pembangunan berkelanjutan dan pembiayaan perubahan iklim, serta menjaga makroekonomi dan stabilitas keuangan.
Dari sisi kolaborasi Keuangan dan Kesehatan, para pemimpin G20 berkomitmen untuk memperkuat arsitektur kesehatan global untuk melakukan pencegahan, kesiapsiagaan dan respons (Prevention, Preparedness and Response/PPR) pandemi melalui peningkatan kolaborasi antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan di bawah Satuan Tugas Gabungan Keuangan dan Kesehatan (Joint Finance and Health Task Force/JFHTF), dimana Indonesia dan Italia berperan sebagai Co-Chairs.
Para pemimpin G20 menyambut baik suksesnya alokasi pendanaan atas proposal putaran pertama oleh Dana Pandemi, dan menantikan putaran kedua akhir tahun 2023.
Dana Pandemi, yang diinisiasi dan diluncurkan saat Presidensi G20 Indonesia, saat ini telah berhasil memobilisasi pendanaan sejumlah hampir USD 2 Miliar dari kebutuhan pembiayaan USD 10 Miliar per tahun untuk lima tahun ke depan.
Proposal putaran pertama oleh Dana Pandemi, berhasil mencapai hampir USD 2 Milyar dari Target USD 10 Milyar (Untuk 5 Tahun ke depan)
Hal ini memerlukan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan agar siap dalam menghadapi pandemi berikutnya. Dengan dukungan pembiayaan yang semakin besar, maka semakin besar kesempatan yang dapat diperoleh Indonesia untuk mengakses Dana Pandemi dalam rangka membiayai reformasi kesehatan domestik.
Dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan global, antara lain perubahan iklim, energi transisi, pendidikan dan kesehatan. Hal ini membutuhkan dukungan pembiayaan yang sangat besar terrmasuk dari Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDBs).
Untuk itu, para pemimpin G20 menyerukan kepada MDBs untuk melakukan upaya komprehensif guna meningkatkan kapasitas keuangan mereka agar memaksimalkan dukungan dalam mengatasi berbagai tantangan global.
Indonesia mendukung setiap upaya MDBs untuk meningkatkan kapasitas pendanaannya sejalan dengan kepentingan Indonesia. Reformasi MDBs harus mengakomodir kepentingan negara-negara anggotanya.
Kapasitas pendanaan MDBs yang lebih besar akan bermanfaat bagi Indonesia dalam rangka mengakses pendanaan yang lebih banyak untuk mendukung kebutuhan pembiayaan dalam negeri.
Terkait pembiayaan perubahan iklim, para pemimpin G20 mengingatkan kembali perlunya realisasi dari komitmen yang dibuat oleh negara-negara maju terhadap tujuan memobilisasi bersama pendanaan iklim sebesar USD 100 miliar per tahun pada tahun 2020 hingga tahun 2025, guna memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang.
Terkait pembiayaan perubahan iklim, para pemimpin G20 mengingatkan perlunya realisasi sebesar USD 100 miliar hingga tahun 2025
Indonesia akan terus mendorong dan menggalang dukungan untuk kegiatan transisi sejalan dengan keadaan di masing-masing negara, sebagai tindak lanjut Presidensi G20 Indonesia.
Presidensi G20 Indonesia berhasil menginisiasi skema pembiayaan campuran (Blended Finance), yaitu Platform Negara Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism Country Platform), Global Blended Finance Alliance (GBFA), dan Just Energy Transition Partnerships (JETP).
“Sinergi Pemerintah dan Swasta akan jadi game changer. Tahun lalu di Bali, Indonesia telah inisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance. Skema Just Energy Transition Partnership (JETP) harus diperluas dan diperbesar.”, pungkas Presiden Joko Widodo.
Pengumpulan pembiayaan untuk pendanaan transisi selama ini belum pernah berhasil, dan belum terdapat ekosistem transisi dunia. Indonesia berkepentingan besar atas terbentuknya ekosistem transisi dunia dalam rangka menyediakan pembiayaan yang cukup untuk mendukung Indonesia mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dan menuju pembangunan rendah karbon.
Selain itu, perpajakan internasional juga menjadi salah satu butir kesepakatan utama dalam pertemuan kali ini. Para pemimpin G20 menegaskan kembali komitmen untuk menerapkan paket pajak internasional Dua Pilar dalam waktu dekat.
Indonesia juga menekankan bahwa implementasi Dua Pilar secara bersamaan sangat penting dalam memberikan jaminan terhadap keadilan dan hak pemajakan antar negara. Di samping itu, transparansi pajak secara global harus lebih ditingkatkan.
“Kesetaraan dapat diwujudkan dengan keadilan dalam reformasi dan transparansi global termasuk soal sistem perpajakan internasional dengan pemenuhan akan hak pembangunan bagi semua, termasuk negara berkembang.”, tambah Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya, dalam rangkaian pertemuan kali ini, Menteri Keuangan juga mendampingi Presiden RI dalam beberapa pertemuan bilateral dengan Kepala Negara anggota G20, antara lain Belanda, Komisi Eropa, dan Perancis. Pertemuan bilateral dengan berbagai negara tersebut utamanya membahas penguatan kerja sama dengan Indonesia antara lain terkait transisi energi, investasi perdagangan, serta dukungan atas rencana aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.
.
Source : Deni Surjantoro Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan
Jakarta – Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, khususnya disektor tambang, Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian global. Dengan berbagai komoditas unggulan seperti nikel, tembaga, bauksit, dan batu bara, Indonesia selama ini berfungsi sebagai pemasok utama bahan mentah ke berbagai negara.
Namun, ketergantungan pada ekspor bahan mentah menimbulkan pertanyaan besar mengenai kontribusi nyata sektor ini bagi ekonomi domestik, khususnya dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Pada titik inilah, strategi hilirisasi, yaitu pemrosesan lanjutan bahan mentah di dalam negeri menjadi agenda prioritas pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia semakin menyadari bahwa mengandalkan ekspor bahan mentah sebagai sumber utama pendapatan negara bukanlah strategi yang berkelanjutan. Pada 2023, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa sektor tambang menyumbang sebesar Rp300,3 triliun dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan sektor mineral dan batubara menyumbang 58% dari angka ini.
Meski kontribusi ini signifikan, nilai tambahnya masih terbatas dibandingkan potensi yang bisa dihasilkan dari proses hilirisasi. Langkah untuk membangun smelter atau pabrik pengolahan bahan tambang di dalam negeri diharapkan dapat menciptakan dampak ekonomi berlipat ganda, mulai dari peningkatan daya saing produk Indonesia, penciptaan lapangan kerja, hingga pengurangan ketergantungan pada pasar global yang rentan fluktuasi harga.
Hilirisasi dalam konteks tambang adalah strategi meningkatkan nilai tambah bahan mentah melalui proses pengolahan dan pemurnian sebelum diekspor. Misalnya, nikel yang sebelumnya diekspor dalam bentuk bijih mentah kini dapat diproses menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik atau produk logam lainnya yang siap dipakai industri. Langkah ini menambah nilai ekonomis bahan tambang dan menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar global.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, menyatakan bahwa upaya hilirisasi sejalan dengan dorongan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional dan kemandirian industri.
Pemerintah memfasilitasi hilirisasi ini melalui penguatan tata kelola dan peningkatan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pengolahan bahan tambang di Indonesia. Irwandy juga menekankan pentingnya hilirisasi sebagai pilar dalam meningkatkan kontribusi sektor tambang terhadap ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Misalnya, pada PT Freeport Indonesia (PTFI) yang merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar yang beroperasi di Indonesia, khususnya di sektor emas dan tembaga di Papua. Sebagai bentuk komitmen pada kewajiban hilirisasi, PTFI kini tengah membangun smelter di Gresik, Jawa Timur, yang akan menjadi fasilitas pengolahan tembaga terbesar di Indonesia.
Pembangunan smelter ini tidak hanya bertujuan untuk mengolah bijih tembaga menjadi produk bernilai tambah, tetapi juga sebagai upaya perusahaan dalam memenuhi ketentuan pemerintah untuk mengolah sumber daya tambang di dalam negeri. Smelter ini diharapkan mampu menghasilkan copper cathode, produk olahan tembaga yang siap digunakan oleh industri dalam dan luar negeri.
Namun, PTFI sempat mengalami kendala teknis dan keterlambatan konstruksi yang mengakibatkan peningkatan biaya proyek. Namun, dengan dukungan pemerintah dan komitmen perusahaan, smelter ini tetap diupayakan untuk segera rampung, sejalan dengan target hilirisasi pemerintah. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak, PNBP dari sektor minerba, serta memperkuat nilai tambah sektor tambang Indonesia di pasar internasional.
Selain itu, ada juga PT Bumi Resources sebagai salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, juga ikut serta dalam hilirisasi melalui proyek gasifikasi batu bara. Proyek ini bertujuan untuk mengubah batu bara menjadi produk gas yang bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri, seperti industri pupuk dan bahan kimia.
Namun, proyek gasifikasi batubara ini menghadapi tantangan besar, terutama dari segi investasi yang tinggi dan teknologi kompleks yang dibutuhkan. Selain itu, isu keberlanjutan terkait dampak lingkungan dari pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi fosil juga menjadi sorotan.
Ditengah kritik terkait keberlanjutan ini, perusahaan berusaha menerapkan teknologi yang lebih ramah lingkungan, seperti metode gasifikasi bersih untuk mengurangi emisi karbon dan dampak negatif lainnya.
Dalam konteks hilirisasi, menurut Dosen Pengampu Manajemen Operasi Universitas Negeri Jakarta Dr. Andrian Haro, S.Si., MM bahwa manajemen rantai pasokan (supply chain management) berperan vital untuk menciptakan alur produksi yang efisien, mulai dari eksplorasi hingga pengolahan bahan mentah menjadi produk akhir.
Manajemen rantai pasokan yang efektif mampu meningkatkan nilai tambah produk tambang secara signifikan, sekaligus mengurangi waktu produksi dan biaya operasional.
Andrian menambahkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, perusahaan swasta, dan sektor teknologi diperlukan untuk menciptakan rantai pasokan yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
“ Kemitraan antara perusahaan tambang dan industri manufaktur memungkinkan pemanfaatan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, yang terus berkembang pesat dipasar global. Dengan mengintegrasikan teknologi digital seperti big data dan sensor dalam rantai pasokan, perusahaan tambang dapat mengoptimalkan proses produksi, meningkatkan kualitas produk, dan merespons perubahan permintaan pasar dengan lebih akurat. ” jelas Andrian.
Penerapan lean manufacturing atau produksi ramping juga menjadi pendekatan penting dalam industri tambang. Lean manufacturing berfokus pada pengurangan pemborosan dalam setiap tahapan produksi. Di sektor tambang, pemborosan bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti waktu tunggu, biaya transportasi, hingga ketidakefisienan operasional.
Dengan menerapkan prinsip lean manufacturing, perusahaan tambang dapat menekan biaya produksi, meningkatkan efisiensi, dan menghasilkan produk berkualitas tinggi. Digitalisasi dan analisis big data memungkinkan perusahaan untuk melakukan monitoring kondisi tambang secara real-time, serta memperkirakan tren permintaan dengan lebih akurat.
Hilirisasi membuka peluang baru untuk menciptakan lapangan kerja, terutama di sektor pengolahan dan manufaktur yang memerlukan keahlian teknis. Proses hilirisasi meningkatkan nilai tambah produk tambang, seperti nikel yang dapat diolah menjadi komponen baterai kendaraan listrik atau perangkat elektronik. Ini tidak hanya memberikan nilai ekonomi lebih tinggi, tetapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada harga bahan mentah yang fluktuatif di pasar global.
Hilirisasi juga mendiversifikasi ekonomi nasional, memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan menghemat devisa. Dalam jangka panjang, strategi ini memperkuat ketahanan ekonomi nasional dengan menciptakan produk yang lebih kompetitif dan mengurangi ketergantungan pada impor produk setengah jadi atau jadi dari luar negeri.
Namun, hilirisasi tidak bebas tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai, termasuk jaringan transportasi, fasilitas pengolahan, dan pasokan energi yang stabil. Di beberapa wilayah tambang, keterbatasan infrastruktur menjadi hambatan dalam mencapai tujuan hilirisasi secara optimal.
Selain itu, investasi besar diperlukan untuk membangun fasilitas pengolahan dan teknologi pendukungnya. Tidak semua perusahaan tambang memiliki kapasitas finansial untuk berinvestasi dalam fasilitas ini. Karena itu, dukungan pemerintah dalam bentuk insentif pajak atau pembiayaan yang terjangkau sangat penting untuk mendorong perusahaan dalam mengembangkan hilirisasi.
Kompetensi sumber daya manusia (SDM) juga menjadi tantangan. Hilirisasi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi pengolahan yang kompleks. Oleh karena itu, sinergi antara sektor industri dan lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan program pelatihan dan pendidikan sangat penting untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan siap menghadapi kebutuhan industri hilirisasi.
Hilirisasi yang berkelanjutan memerlukan penerapan konsep green mining atau tambang ramah lingkungan. Prinsip green mining mengedepankan teknologi yang ramah lingkungan dalam mengelola limbah, pemulihan lahan bekas tambang, dan pengurangan emisi karbon dalam proses pengolahan. Dengan penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, industri tambang dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Salah satu alternatif yang sedang digencarkan adalah dengan investasi. Investasi menjadi pilar penting dalam mendorong hilirisasi. Pemerintah menyadari bahwa tidak semua perusahaan tambang memiliki kapasitas finansial untuk membangun fasilitas pengolahan yang diperlukan.
Oleh karena itu, pemerintah menargetkan peningkatan insentif bagi investasi di sektor hilirisasi. Ini termasuk pemberian kemudahan perizinan, insentif pajak, serta skema pembiayaan yang lebih terjangkau. Melalui upaya ini, diharapkan akan ada peningkatan minat investasi dari dalam dan luar negeri yang akan mempercepat realisasi proyek hilirisasi di Indonesia.
Sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan kompeten juga menjadi faktor kunci dalam menghadapi tantangan hilirisasi. Proses pengolahan bahan tambang memerlukan keahlian khusus dan pemahaman mendalam tentang teknologi terkini. Pemerintah menargetkan untuk mengembangkan program pelatihan dan pendidikan yang lebih baik, bekerja sama dengan universitas dan lembaga pendidikan teknik.
Melalui peningkatan kemampuan SDM, pemerintah berharap dapat menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan industri dan mampu mengelola proses hilirisasi secara efektif.
Pemerintah masih memiliki banyak tugas untuk mengembangkan proyek hilirisasi pada industry tambah. Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur yang mendukung, memberikan insentif investasi, dan meningkatkan kualitas pendidikan serta pelatihan bagi tenaga kerja disektor tambang.
Selain itu, perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan harus menjadi bagian integral dari setiap langkah yang diambil, sehingga proses pengolahan tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga ramah lingkungan.
Jakarta, (07/01/25) – Rencana pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyulap 20 juta hektare hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air–seperti yang disampaikan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni–merupakan alarm bahaya bagi komitmen iklim dan biodiversitas Indonesia.
Alih fungsi hutan bakal kian merusak lingkungan hidup, mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati, dan merugikan masyarakat–khususnya masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini hidup bergantung dari alam sekaligus menjaganya.
“Gagasan kedaulatan pangan dan energi seperti yang diinginkan Prabowo tak akan tercapai dan menjadi omon-omon saja jika dilakukan dengan alih fungsi lahan yang justru akan memperparah krisis iklim, sebab krisis iklim akan memicu krisis multidimensi. “
” Pembukaan 20 juta hektare hutan jelas akan meningkatkan emisi karbon, termasuk juga memicu kebakaran dan kabut asap jika alih fungsi lahan ini dilakukan di lahan gambut. Ujungnya adalah kegagalan pemerintah memenuhi komitmen untuk mengatasi krisis iklim dan menjaga keanekaragaman hayati,” kata Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Internasional Keanekaragaman Hayati, Indonesia berjanji menghentikan kepunahan yang disebabkan manusia pada 2030, mengurangi risiko kepunahan, dan mempertahankan keanekaragaman genetik.
Selain itu, dalam Nationally Determined Contribution (NDC) di bawah Perjanjian Iklim Paris, Indonesia menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca 31,89 persen pada 2030 dengan kemampuan sendiri, dan 43,2 persen dengan bantuan internasional. Komitmen NDC Indonesia juga bertumpu dari sektor forest and land use (FoLU), salah satunya dengan pengurangan deforestasi.
Namun, laporan tim ilmuwan Global Carbon Project dalam jurnal Earth System Science Data yang rilis pada akhir 2023 menyebut, emisi global karbon dioksida global pada 2023 terus mengalami kenaikan bahkan menduduki tingkat tertinggi dalam sejarah. Indonesia juga menempati posisi kedua sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia dari sektor lahan. Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) baru-baru ini juga memperingatkan kawasan Asia termasuk Indonesia akan ancaman bahaya akibat krisis iklim yang makin parah, termasuk kondisi ekstrem seperti kekeringan, gelombang panas, banjir, dan badai.
“Masalah lainnya, Menteri Kehutanan juga tak transparan membeberkan di mana saja 20 juta hektare lahan yang dia sebut sudah diidentifikasi untuk pangan, energi, dan air tersebut. Berdasarkan analisis kami, kebutuhan lahan seluas itu jelas berpotensi memicu deforestasi di hutan alam Indonesia. Pemerintah seharusnya menyetop deforestasi secara total karena kita tak punya pilihan lagi kalau memang ingin selamat dari bencana iklim,” ujar Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Ironisnya, memang sulit bagi kita untuk berharap pada pemerintah. Pemerintahan yang lalu di bawah Presiden Joko Widodo bahkan mengalokasikan kuota deforestasi 2021-2030 sebesar 10,43 juta hektare–seperti tertuang dalam dokumen Rencana Operasional Folu Net Sink 2030. Deforestasi besar-besaran ini, setara dengan hampir seperempat luas Pulau Sumatera, bisa melepas 10,1 juta gigaton CO2.
Watak pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pun sama. Pernyataan Prabowo baru-baru ini bahwa Indonesia perlu memperluas lahan sawit dan tak perlu khawatir deforestasi sangatlah membahayakan nasib hutan Indonesia. Pandangan itu menunjukkan Prabowo gagal paham akan pengetahuan dasar tentang hutan dan tentang aturan bebas deforestasi Uni Eropa (EUDR). Narasi kedaulatan pangan dan energi yang digaungkan Prabowo hanyalah retorika alias omon-omon, karena rencana pemerintahannya justru akan membawa Indonesia kian jauh dari cita-cita tersebut.
“Bagaimana publik tak curiga bahwa program pangan ternyata hanya menjadi dalih untuk membuka lebih banyak kebun sawit, seperti yang sekarang terjadi di lahan food estate Gunung Mas yang dulu digarap Kementerian Pertahanan? Bukannya membenahi tata kelola sawit, Prabowo tampaknya malah melanggengkan karut-marut yang ada. Pandangan Prabowo tentang sawit dan deforestasi juga menjadi kabar buruk bagi komunitas adat, seperti masyarakat Awyu yang sekarang sedang berjuang mempertahankan hutan adat mereka dari ekspansi kebun sawit,” tutup Sekar.
Jakarta – Flip, platform layanan keuangan digital terkemuka di Indonesia, baru-baru ini merayakan ulang tahun ke-9. Sejak didirikan pada tahun 2015, Flip telah menunjukkan pertumbuhan pesat, terutama setelah meluncurkan aplikasi mobile dan berbagai fitur inovatif seperti layanan remitansi internasional Flip Globe dan solusi pembayaran untuk bisnis Flip for Business.
Dalam 4 tahun terakhir, Flip telah membantu masyarakat Indonesia berhemat lebih dari 5 triliun rupiah dari layanan transfer, mulai dari transfer antar rekening bank hingga biaya remitansi paling rendah.
Keberhasilan ini juga tercermin dari pertumbuhan transaksi hampir 30 kali lipat dalam 5 tahun terakhir, diiringi peningkatan pendapatan 15 kali lipat pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan tingginya adopsi dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan Flip.
Rafi Putra Arriyan, Co-Founder Flip mengatakan, “Sembilan tahun lalu, Flip lahir dari tekad untuk menghadirkan layanan keuangan yang fair untuk seluruh masyarakat Indonesia. Kini, kami bangga telah membantu lebih dari 15 juta pengguna, termasuk ratusan ribu UMKM, untuk berhemat dan meraih tujuan finansial mereka.
Kedepannya, Flip berkomitmen untuk terus memperluas jangkauan layanan dan membangun bisnis berkelanjutan yang mendukung masyarakat dalam bertransaksi dan mengelola keuangan.”
Untuk merayakan ulang tahun ke-9, para pendiri Flip pun mengunjungi beberapa pengguna Flip yang telah setia menggunakan Flip sejak awal berdiri. Kunjungan yang diunggah dalam video dilaman akun media sosial Flip ini mengungkapkan perannya dalam membantu pengguna nya berhemat.
Salah satunya Ibu Anda, seorang ibu Rumah Tangga yang telah menghemat hampir 10 juta rupiah lewat aplikasi Flip berkat transfer gratis ke banyak rekening bank.
Di berbagai media sosial, para pengguna setia Flip pun berbondong-bondong berbagi cerita pengalaman berhemat lewat flip. Salah satunya adalah Andi, yang berhasil hemat lebih dari Rp 40 juta setelah 5 tahun menggunakan Flip.
Selain itu, @vinda.mr, seorang pengguna Flip yang juga memiliki usaha kebutuhan rumah tangga mengungkapkan bahwa Flip memudahkan transaksi bisnisnya, meningkatkan efisiensi, dan membantu meningkatkan keuntungan.
“Di era cashless seperti sekarang, Flip sangat membantu karena bebas biaya admin, proses transfer cepat, dan keuntungan jualan pun tidak banyak terpotong,” komentarnya di unggahan media sosial Flip.
“Flip akan terus berinovasi dan berkontribusi pada literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat menikmati layanan keuangan yang adil, mudah, dan terjangkau.
Melalui Flip, siapa pun dapat menikmati kemudahan dan keamanan dalam bertransaksi, mulai dari transfer gratis, bayar tagihan, beli pulsa, hingga kirim uang ke luar negeri, semua dengan mudah, aman, dan terjangkau,” tutup Rafi.