Pekanbaru – Tidak dapat dipungkiri, faktor utama penyebab Debat Cawapres yang ditunggu – tunggu publik yang akhirnya digelar (23/12/23) malam adalah penampilan Gibran Raka Buming Raka, Cawapres nomor urut 2 yang dinilai banyak orang bakal tidak berdaya berhadapan dengan rival debatnya.
Mengomentari hal tersebut Nawasir Kadir yang curiga bahwa Gibran sebelumya sudah di mentori, secara substansi membantah soal ekonomi digital ala Gibran, ” tetap visi dan misi dari pasangan Anies – Muhaimin (AMIN) yang terbaik, sebab Cak Imin bicara tentang konsep Ekonomi Digital yang Berkeadilan.
” Semalam Gibran dengan retorika anak mudanya menyampaikan konsep yang menarik dalam mengatasi pengangguran, kesempatan kerja dan lainnya dengan memfokuskan pengembangan ekonomi digital khususnya untuk kaum muda, “
” Kedengarannya ini bagus dan trendy, karena memang untuk kedepan digitalisasi akan semakin mendominasi semua aktifitas termasuk juga kegiatan ekonomi. Tetapi itu tidak membuat keadaan khususnya ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin berkurang, “ sebut Nawasir.
Nawasir juga mengungkapkan, justru dengan cara seperti itu membuat yang besar dan kaya akan semakin cepat tumbuh dan menggurita. Sebaliknya yang kecil hanya sekedar dapat kerja bertahan hidup pas – pas an dan semakin termarjinalkan.
Lebih lanjut Nawasir juga membenarkan bahwa saat ini digitalisasi tumbuh dan merambat kesemua sektor, tak terkecuali di kegiatan perekonomian. Hal tersebut tidak bisa dihindari, bahkan akan terus berkembang mendominasi semua aktifitas global, termasuk Indonesia tak terkecuali.
Caleg DPR RI Dapil Riau 2 ini juga mengungkapkan, bahwa semua transaksi dengan mudah dilakukan secara digital, triliunan rupiah perputaran uang setiap bulannya dilakukan hanya dengan menggerakkan jempol dilayar smart phone.
” Misalnya layanan transportasi ojek online, juga transaksi pembelian barang – barang, makanan, jasa, tiket pesawat dan transfer antar bank dan lainnya. Namun faktanya digitalisasi ekonomi seperti itu justru menimbulkan perbudakan modern dengan imbalan pekerja yang pas makan, “ sebutnya.
Sementara disisi lain, masyarakat kecil semakin tak berdaya, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal sekalipun sulit. Semua menjadi mahal, naiknya harga pangan, sandang, air dan listrik adalah kebutuhan dasar membuat rakyat kecil menjerit, plus kesempatan kerja yang susah di dapat sekalipun dengan imbalan murah.
” Dengan digitalisasi ekonomi ala Gibran, tentunya membuat rakyat kecil semakin menderita. Sebaliknya Oligarki pemilik korporasi digital yang keberadaanya tak jelas di negara antah berantah itu meraih keuntungan besar tanpa kejelasan kontribusi bagi bangsa Indonesia, ” ungkap Nawasir.
” Untuk ringkasnya ekonomi digital meski tak terhindarkan, bukanlah jawaban, apalagi sebagai obat mujarab bagi NKRI yang mulai bangkrut, ibarat kapal yang sudah parah olengnya, tambah parah dengan adanya kebocoran dan kebijakan pro Oligarki dimana – mana, “ ungkap Nawasir.
Oleh karena itu Nawasir mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak cepat terbuai dengan retorika ekonomi digital tersebut, sebab kebijakan itu belum tentu menolong membuat kehidupan bangsa menjadi lebih baik, termasuk untuk anak – anak muda dan generasi mendatang.
Disisi lain Caleg Partai Ummat ini mengungkapkan bahwa konsep Keadilan Bagi Seluruh Bangsa Indonesia sebagaimana ditawarkan Paslon AMIN merupakan jawaban atau antitesa dari konsep Hegemoni segelintir Oligarki yang menangguk keuntungan diatas penderitaan bangsa Indonesia.
Diakhir keterangan pers nya Nawasir mengungkapkan bahwa pihaknya tidak anti terhadap Ekonomi Digital, namun mustilah berkeadilan. ” Pengusaha Digital silahkan, akan tetapi Negara musti memberikan rasa berkeadilan agar yang kecil dapat tumbuh besar.
” Semua itu sesuai dengan cita – cita Kemerdekaan, Perubahan adalah suatu Keniscayaan. Sebagaimana Allah Azza Wajalla tidak mengubah nasib suatu Kaum jika kaum itu tidak mau (berikhtiar) merubah nasib mereka, ” tutup Nawasir Kadir sambil menyebutkan tagline Now Or Never.