New York (6/04/24) – James Elder, juru bicara Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), menyampaikan kekhawatiran atas situasi mengerikan yang dihadapi lebih dari 600.000 anak di Rafah, Gaza selatan, yang bergulat dengan kelaparan dan ketakutan di tengah ancaman serangan Israel.
Dalam sebuah video yang diposting di akun X, Elder menjelaskan penderitaan anak-anak yang berjuang untuk bertahan hidup di Rafah di tengah serangan Israel, menyusul masuknya 1,5 juta orang ke wilayah tersebut sebagai akibat dari agresi Israel yang sedang berlangsung.
Elder mengingatkan anak-anak dan keluarga yang melarikan diri dari serangan Israel bahwa mereka diperintahkan untuk pergi ke Rafah karena di sana akan aman.
Namun, meskipun ada jaminan ini, serangan brutal masih terus dilakukan. “Rafah adalah kota untuk anak-anak. Ada 600.000 anak laki-laki dan perempuan, namun mereka berada di bawah ancaman serangan militer, terjebak di Rafah, tanpa tempat yang aman untuk dituju,” kata Elder.
Dia menyoroti perjuangan sehari-hari para orang tua yang berusaha menanamkan harapan pada anak-anak mereka meski dalam ketakutan dan kelaparan, menekankan bahwa kata “harapan” berisiko terhapus dari kosakata di Gaza.
Elder mendesak semua orang yang berempati dengan rasa sakit dan ketakutan orang tua terhadap anak-anak mereka dan mereka yang percaya pada masa kanak-kanak untuk mengakhiri penderitaan di Rafah ini.
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, pasukan pendudukan Israel membunuh rata-rata 4 anak setiap jam di Jalur Gaza. Selain itu, 43.349 anak hidup tanpa salah satu atau kedua orang tuanya akibat agresi Israel yang terus menerus di Jalur Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB António Guterres tadi malam (6/04/24) mengatakan dia sangat terganggu dengan laporan bahwa pasukan pendudukan Israel menggunakan alat kecerdasan buatan (AI) dalam mengidentifikasi target di Gaza, sehingga mengakibatkan a tingginya korban sipil.
“Saya sangat terganggu dengan laporan bahwa kampanye pengeboman militer Israel menggunakan AI sebagai alat dalam mengidentifikasi target, sehingga mengakibatkan tingginya jumlah korban sipil,” kata Sekjen PBB dalam sebuah postingan di X.
“AI harus digunakan sebagai kekuatan untuk kebaikan demi memberi manfaat bagi dunia, bukan untuk berkontribusi dalam mengobarkan perang di tingkat industri, sehingga mengaburkan akuntabilitas.”
Di hari ke 183 Israel terus melanjutkan Genosidanya, Menurut sumber lokal dan medis, beberapa warga sipil Palestina tewas dan lainnya terluka pada sabtu dini hari dalam serangkaian serangan udara dan artileri Israel yang menargetkan lingkungan pemukiman di berbagai wilayah Jalur Gaza, menurut sumber lokal dan medis.
Koresponden WAFA melaporkan bahwa pasukan Israel menargetkan rumah-rumah warga sipil di lingkungan Al-Zaytoun di tenggara Kota Gaza, lingkungan Al-Sabra di tengahnya, dan lingkungan Tel Al-Hawa dan Sheikh Ajleen di barat daya kota.
Hal ini mengakibatkan terbunuhnya tiga warga sipil dan melukai sekitar 10 lainnya, yang dipindahkan ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli di kota tersebut.
Selain itu, artileri Israel menembaki rumah-rumah di daerah Al-Maghraqa, Al-Zahra, dan pinggiran utara kamp pengungsi Nusseirat di Gaza tengah, menyebabkan cedera di antara warga sipil, yang kemudian diangkut ke Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir Al. Balah, Gaza tengah.
Selanjutnya, artileri Israel menargetkan beberapa wilayah di kota Beit Hanoun di Jalur Gaza utara.
Secara bersamaan, pasukan pendudukan menembakkan beberapa peluru ke arah lingkungan barat daya kota Khan Younis, di selatan Jalur Gaza, bertepatan dengan serangan udara di bagian tengah dan barat kota tersebut.
Agresi pendudukan Israel yang sedang berlangsung terhadap Jalur Gaza sejak 7 Oktober sejauh ini telah mengakibatkan terbunuhnya 33.091 warga sipil, sebagian besar anak-anak dan perempuan, dan melukai lebih dari 75.750 lainnya.
Source : Palestinian News & Information Agency-WAFA