Jakarta – Penerbitan Surpres RUU Polri menunjukkan arogansi Presiden Joko widodo dalam penyusunan regulasi. Lagi-lagi Presiden Jokowi kembali mengabaikan prinsip konstitusi dan kedaulatan rakyat dalam penyusunan undang-undang.
Proses perencanaan dan penyusunan RUU Polri oleh DPR yang sembunyi-sembunyi, tergesa-gesa dan tidak memberikan ruang partisipasi bermakna kepada publik yang jelas-jelas melanggar aturan main demokrasi dan konstitusi justru disambut mesra oleh Presiden dengan dukungan surat Presiden.
Pada akhirnya, proses pembahasan RUU Polri di DPR hanya akan mengukuhkan praktik Legislasi Otoriter dan melegitimasi kepentingan politik pemerintahan jokowi untuk memperkuat kekuasaan dan kendali terhadap ruang publik masyarakat.
Koalisi menilai RUU ini jelas bukan untuk melindungi rakyat tapi hanya dibuat untuk melindungi kepentingan kekuasaan. RUU ini juga bukan untuk melakukan koreksi terhadap institusi kepolisian yang bermasalah dan gagal dalam mereformasi institusi paska reformasi.
Jika nantinya disahkan hanya akan menjadi legitimasi upaya paksa negara melalui aparat kepolisian kepada rakyat seperti penyadapan, memata-matai rakyat bahkan kriminalisasi termasuk politisasi dan multifungsi kepolisian.
Betapa tidak, ditengah brutalitas dan buruknya kinerja kepolisian untuk melindungi rakyat yang nampak dalam berbagai kasus. DPR RI dan Presiden yang akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024 nanti justru akan memberikan berbagai hadiah kewenangan baru kepada Kepolisian RI, bahkan tanpa mekanisme pengawasan dan kontrol yang memadai. Padahal, kewenangan besar tanpa kontrol hanya akan melahirnya korupsi dan kesewenang-wenangan.
Selasa, 8 Juli 2024. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa pihaknya telah menerima Surat Presiden (Surpres) terkait beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU), salah satu di antaranya adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri). Meski belum menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) beleid, Dasco menyampaikan bahwa proses pembahasan akan segera dilanjutkan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai bahwa diterbitkannya Surpres RUU Polri tersebut lagi lagi adalah wujud penelantaran terhadap berbagai kritik publik yang gencar menyorot proses legislasi yang sembunyi-sembunyi dan bermasalah. Terlebih substansi RUU Polri ini sarat kepentingan elit.
Langkah Presiden Joko Widodo yang mengirimkan surat presiden ini patut dinilai sebagai tindakan yang mengkhianati demokrasi dan konstitusi. Langkah Presiden dan DPR RI selain telah mengerdilkan cara-cara demokratis dengan memaksakan terbitnya Surpres dan bersikeras untuk melanjutkan pembahasan RUU Polri ini, juga dipastikan sama sekali tidak berorientasi pada kepentingan publik dan tidak memiliki intensi untuk melakukan perbaikan fundamental bagi Polri.
Hal tersebut ditandai dengan proses yang terburu-buru, di masa lame duck (politikus yang segera berakhir masa jabatan), hal mana RUU ini tidak termasuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas, tidak melalui perencanaan dan penyusunan yang transparan, partisipatif dan akuntabel sehingga pada gilirannya mengabaikan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation).
Sebelum mengirimkan Surpres ke DPR RI, seharusnya Presiden Joko Widodo membuka mata dan telinga terhadap kritik dan penolakan terhadap RUU Polri yang disuarakan berbagai elemen masyarakat sipil. Semestinya, Presiden meninjau kembali rancangan undang-undang usulan DPR yang sarat masalah baik formil maupun substansi dengan mengakomodasi tuntutan publik, bukan justru bersikeras menerbitkan Surpres.
Terlebih lagi RUU Polri ini akan memberi kewenangan yang demikian besar dan luas kepada institusi yang dalam beberapa tahun terakhir justru tengah ramai disorot publik dan sarat dengan masalah pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Sehingga langkah Presiden ini justru hanya kian menunjukan praktik-praktik legislasi otoriter “unjuk kuasa” dengan mengabaikan kritik publik.
Merujuk pada berbagai pertimbangan diatas, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian berpandangan sebagai berikut:
Pertama, RUU Polri digarap secara senyap, tidak transparan, terburu-buru, nir-urgensi, tanpa memberi ruang partisipasi yang bermakna bagi publik. Dalam konteks ini, jelas proses pembentukan tersebut telah mengabaikan kaidah konstitusional yang telah digariskan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVIII/2020, yang menjamin hak warga untuk berpartisipasi secara bermakna (meaningful participation) dalam tiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Bahkan RUU Polri sebelumnya tidak termasuk dalam Prolegnas DPR RI 2020-2024. Ini menunjukkan bahwa RUU Polri merupakan bentuk penyelundupan legislasi.
Apabila nantinya disahkan, RUU Polri hanya akan menambah daftar panjang praktik dan produk legislasi yang antidemokrasi dan anti kepentingan rakyat selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Penyelundupan legislasi ini memiliki daya rusak yang serupa dengan revisi UU KPK yang telah terbukti melemahkan penegakan hukum tindak pidana korupsi, maupun RUU Minerba, revisi UU Mahkamah Konstitusi, dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang melegitimasi perusakan lingkungan, perampasan lahan, pelemahan perlindungan buruh, marginalisasi masyarakat adat, dan rakyat pada umumnya.
Kedua, substansi dalam RUU Polri yang saat ini beredar, sama sekali tidak menyentuh persoalan fundamental di tubuh Polri. Beleid tersebut bahkan hanya fokus pada pasal-pasal baru yang justru akan memperbesar dan memperluas kewenangan Polri dengan mengabaikan perbaikan mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap kepolisian (oversight mechanism) yang efektif, serta menegasikan pengarusutamaan penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pemolisian.
Apabila nantinya disahkan, substansi yang ada di dalam rancangan tersebut dikhawatirkan hanya akan memperburuk atau kian memperparah kondisi yang telah ada sebelumnya, yakni institusi Polri yang menurut kajian dan catatan berbagai elemen masyarakat sipil dan sejumlah lembaga negara independen (state auxiliary bodies) menempatkannya sebagai aktor dominan pelanggaran HAM, maladministrasi, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), hingga praktik-praktik korupsi.
Ketiga, dikeluarkannya Surpres tentang RUU Polri menunjukkan tidak adanya sensitivitas (insensitivitas) Presiden atas permasalahan-permasalahan kewenangan dan kultur Polri yang mengemukat, terutama yang berlangsung belakangan ini. Sejak RUU Polri ini dibahas pada Mei 2024, sejumlah tindakan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan Polri masih kerap terjadi di masyarakat.
Sedikitnya misal, di Padang, polisi bertanggung jawab atas kematian seorang anak berusia 13 tahun bernama Afif Maulana yang ditengarai menjadi korban penyiksaan termasuk belasan anak-anak lainnya yang telah dipastikan mengalami penyiksaan oleh anggota kepolisian.
Dalam prosesnya pun, polisi cenderung menutup-nutupi kasus tersebut dengan mengaburkan fakta, menyembunyikan rekaman CCTV, dan bahkan memburu orang yang membuat viral kasus ini alih-alih memproses serius kasus penyiksaan tersebut.
Ketiadaan pengawasan yang komprehensif sehingga menyebabkan rentannya rekayasa kasus juga terlihat di kasus Pegi Setiawan yang dituduh menjadi dalang pembunuhan kasus Vina di Cirebon. Pada hari Senin, 8 Juli, Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan praperadilan dan menyatakan bahwa penangkapan dan penyidikan Pegi Setiawan tidak sah.
Hal ini menunjukkan bahwa, bahkan dalam penyidikan kasus yang sudah berjalan delapan tahun pun, polisi bertindak sembrono sehingga melakukan salah tangkap. Belum termasuk deretan momok dan “riwayat hitam” kepolisian.
Semisal tragedi pembunuhan Brigadir “J” yang kerap dikenal sebagai “Kasus Sambo”, keterlibatan Irjen Teddy dalam perdagangan gelap narkotika, kematian massal ratusan warga di tragedi Kanjuruhan, skandal “konsorsium 303”, brutalitas kepolisian sepanjang aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, tragedi di Rempang Batam, peristiwa di Bangkal Seruyan, dan deretan tragedi kemanusiaan serta praktik-praktik koruptif lainnya yang melibatkan kepolisian di berbagai wilayah di Indonesia.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kami mendesak agar Presiden RI dan DPR RI segera menghentikan proses pembentukan RUU Polri dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Presiden RI segera menarik Surpres terkait dengan RUU Polri;
2. Presiden dan DPR RI segera menghentikan pembahasan tentang RUU Polri, khusus rancangan usul inisiatif Badan Legislasi DPR saat ini;
3. Presiden dan DPR RI harus memprioritaskan perbaikan-perbaikan krusial dan fundamental yang selama ini menjadi permasalahan Polri sebagai bagian dari ikhtiar reformasi kepolisian yakni persoalan luasnya kewenangan serta transparansi dan akuntabilitas pengawasan terhadap kewenangan kepolisian;
4. Presiden dan DPR RI memprioritaskan pembahasan rancangan KUHAP untuk memperbaiki kualitas hukum acara dan/atau ketentuan penegakan hukum, dengan tetap memastikan adanya proses legislasi yang demokratis, transparan dan membuka lebar ruang partisipasi publik yang bermakna.
5. Presiden dan DPR RI berhenti untuk mempertontonkan praktik otoritarianisme dalam penyusunan legislasi;
.
KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK REFORMASI KEPOLISIAN
AJAR (Asia Justice and Rights), AJI Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen), Amnesty Internasional Indonesia , Centra Initiative, ELSAM, HRWG (Human Rights Working Group), ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), ICW (Indonesia Corruption Watch), IJRS (Indonesia Judicial Research Society), IM57+ Institute, Imparsial, KontraS, Kurawal Foundation, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LeIP (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan), Lokataru Foundation, PBHI Nasional, PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), Themis Indonesia, TII (Transparansi Internasional Indonesia), Yayasan Pikul, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Remotivi, WeSpeakup.org – Jakarta, 9 Juli 2024
Jakarta – Memasuki periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo pastikan kesiapan sarana dan prasarana terminal penumpang dan roro. Sebanyak 63 terminal penumpang dan roro yang dikelola perseroan di seluruh wilayah Indonesia dipastikan siap melayani para penumpang.
“Sejumlah fasilitas yang dipastikan siap di antaranya ruang tunggu penumpang, toilet, ruang laktasi, ruang kesehatan, musala, autogate, information center, counter check-in hingga petugas operasional dilengkapi dengan CCTV dan area dermaga untuk sandar kapal penumpang guna memastikan kenyamanan dan keamanan bagi para penumpang,” ujar Group Head Sekretariat Perusahaan, Ardhy Wahyu Basuki.
Pelindo juga bersinergi dengan stakeholder kepelabuhanan dalam hal Posko Angkutan Nataru 2024/2025. Pelindo bersama-sama Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KPPP) dan Instansi Pemerintahan di sekitar pelabuhan lainnya melakukan pemantauan dan pengendalian arus penumpang, termasuk dalam pemeriksaan persyaratan perjalanan penumpang dan pemberian sarana informasi kepada penumpang.
Selain itu, Pelindo telah melakukan renovasi berat dan ringan pada beberapa terminal penumpang seperti Makassar, Selat Panjang, Gunung Sitoli, Sei Kolak Kijang – Tg Pinang, Biak, Bitung, Bima, Samarinda dan Waingapu sehingga dapat melayani penumpang dengan lebih baik ditunjang dengan fasilitas yang lebih banyak.
General Manager Pelindo Regional 4 Makassar, Iwan Sjarifuddin mengatakan sejumlah perbaikan dan penataan fasilitas telah dilakukan di Terminal Penumpang Makassar. Penambahan ruang tunggu 180,71 m2 pada terminal 1 lantai 1, renovasi toilet dan musala serta pembuatan Ruang Tunggu Sementara (RTS) seluas 385 m2 pada terminal 2 lantai 1 untuk penumpang transit yang kapalnya tidak terkoneksi dengan kapal lanjutan.
Menindaklanjuti arahan Kementerian BUMN dalam menjamin para penumpang tetap nyaman, aman dan lancar selama periode Nataru 2024/2025, Pelindo menyediakan fasilitas-fasilitas tambahan jika terjadi lonjakan jumlah penumpang seperti tenda dan kursi untuk ruang tunggu tambahan dilengkapi dengan toilet portable, penambahan counter check-in, peningkatan pemeriksaan barang bawaan penumpang hingga penambahan petugas keamanan.
“Sesuai dengan tema angkutan Nataru 2024/2025 Liburan Seru Nataru, Pelindo berkomitmen memberikan layanan terbaiknya selama periode tersebut. Koordinasi yang baik dengan berbagai pihak termasuk para stakeholder kepelabuhanan terus dijalin demi keamanan dan kenyamanan pengguna jasa,” pungkas Ardhy.
Jakarta – National Energy Services Reunited (NESR), perusahaan global penyedia jasa minyak dan gas (migas) di lebih dari 16 negara, telah menerapkan Aplikasi Lingkungan dan Dekarbonisasi NERS (NEDA) di sistem Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon, khususnya untuk Enhance Recovery Oil (CO2-EOR). Peluncuran NEDA memperkuat kepemimpinan NESR di industri jasa migas, sekaligus mempertegas komitmen dekarbonisasi yang mendukung target nol emisi karbon (net zero) Indonesia.
Selama dua tahun, NESR telah menjadi mitra teknologi tepercaya Pertamina, memainkan peran penting dalam memajukan inisiatif energi. Salah satu keberhasilannya mencakup penyelesaian dua proyek di lapangan Jatibarang dan Sukowati, termasuk implementasi CO2-EOR. Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan kemampuan teknis dan dedikasi NESR dalam mendukung Pertamina meraih target dekarbonisasi.
Dengan memanfaatkan teknologi injeksi CO2, proyek ini meningkatkan perolehan minyak sekaligus mengurangi emisi karbon, sejalan dengan praktik energi berkelanjutan global dan visi masa depan yang rendah karbon.
Melanjutkan keberhasilan sistem “huff and puff” di ladang minyak Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, NESR meraih pencapaian yang signifikan dengan menerapkan teknologi NEDA dalam sistem CO2-EOR. Kini, upaya ini telah berkembang menjadi penerapan skala yang lebih besar dilapangan Sukowati.
Melalui anak perusahaannya di Indonesia, PT NPS Energy Indonesia, NESR mengintegrasikan teknologi canggih dengan keahlian tenaga kerja lokal untuk mengoptimalkan proses produksi energi.
Integrasi NEDA ke dalam sistem CO2-EOR merupakan tonggak penting dalam mendukung target dekarbonisasi global dengan memanfaatkan CO2 untuk meningkatkan perolehan minyak. Inovasi ini mencerminkan komitmen ganda NESR terhadap solusi mutakhir dan memberdayakan tim lokal bertalenta melalui inisiatif pengembangan strategis.
Pande Gede Herry Susanta, Presiden Direktur PT NPS Energy Indonesia, mengatakan, “Sebagai pelopor dalam penerapan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Indonesia sejak tahun 2022, NESR bangga berada di garis terdepan dalam upaya ini, yang selaras dengan program net-zero pemerintah.
Melalui kolaborasi yang kuat dengan para ahli dan tim profesional lokal yang bertalenta, kami berkomitmen untuk memberikan teknologi tepat guna untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek CCUS. Melalui pendekatan langkah-langkah berikut yang disebut sebagai: Step #1-study, Step #2 huff-n-puff, Step #3 Interwell, Step #4 Pilot, Step#5 Full Scale, sehingga akan mengurangi resiko proyek dengan cara menyediakan informasi kritis yang memastikan keberhasilan proyek ini.
Hasil yang positif pada proyek CO2-EOR di ladang minyak Sukowati menunjukkan kesuksesan implemensi pada ketiga langkah awal (Study, Huff-n-puff, Interwell). Ini merupakan pencapaian yang signifikan untuk NESR dan sebuah janji untuk mewariskan teknologi ramah lingkungan untuk generasi berikutnya. Pendekatan inovasi yang memberikan dua keuntungan pada energi sektor, yaitu meningkatkan potensi produksi minyak sekaligus mengurangi karbon emisi.
Proyek ini dilaksanakan dengan menerapkan beberapa teknologi kunci menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan, seperti Data Acquisition and Real Time Analyzer (DARATM) yang merupakan teknologi buatan Indonesia. Teknologi ini bekerja secara real-time melalui satelit, memungkinkan monitor dan kontrol proses injeksi CO2 yang lebih presisi, aman, dan fleksibel.
Peralatan dan metode yang disesuaikan untuk setiap proyek unik mencakup pompa CO2 bertekanan tinggi, indirect automated heaters (INDAHTM), tangki ISO, virtual-pipelineTM untuk penyimpanan dan transportasi CO2, serta teknologi khusus lainnya, sehingga memastikan operasi yang efisien dilingkungan lokal dan adaptasi terhadap kebutuhan spesifik dari setiap ladang minyak,” jelas Pande.
Upaya NEDA memperkuat inisiatif ESG dari NESR
Pada Februari 2021, di sela-sela berlangsungnya agenda Future Investment Initiative di Riyadh, Arab Saudi, NESR memperkenalkan segmen ESG Impact untuk mengatasi tantangan perubahan iklim yang kritis, termasuk konservasi air, perlindungan akuifer atau lapisan air tanah, dan pengurangan metana.
NESR, yang telah menjadi pemain utama di kawasan MENA (Middle East and North Africa), memperluas jangkauannya ke Asia, dengan fokus khusus pada Indonesia. Langkah ini mencerminkan komitmen NESR untuk berkontribusi pada pasar energi, global, termasuk mendukung transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara dengan potensi besar di sektor energi, khususnya energi terbarukan seperti geothermal dan teknologi pengolahan air, menjadi target strategis bagi NESR. Kolaborasi yang melibatkan teknologi canggih dan solusi yang mendukung dekarbonisasi akan menjadi pusat perhatian dalam ekspansi ini. NESR mendorong pemanfaatan platform teknologi terbukanya untuk mempercepat penerapan upaya dekarbonisasi yang mutakhir, guna memastikan proses produksi migas yang lebih berkelanjutan.
Lebih lanjut, NESR meluncurkan NEDA pada Februari 2024 untuk menyederhanakan solusi lingkungannya yang terus berkembang. Dengan mengedepankan keahlian riset, teknik, dan manajemen proyeknya, NESR berkomitmen mengembangkan teknologi dekarbonisasi baru. Memahami potensi industri minyak dan gas sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi global, NESR pun memperkenalkan NEDA ke Indonesia.
“Sejak tahun 2022, implementasi CO2-EOR kami telah melampaui batas-batas teoritis dan memberikan hasil yang terukur. Dengan peralatan mutakhir, teknologi canggih, dukungan ahli, dan sekarang NEDA, kami tetap fokus mempelopori penggunaan injeksi CO2 sebagai tahap pertama dalam adaptasi CCUS, membuka jalan untuk aplikasi manajemen karbon yang lebih luas. Upaya ini menyoroti peran kami dalam mentransformasi sektor energi sekaligus memperkuat komitmen kami terhadap inovasi dan kolaborasi dalam mendukung target dekarbonisasi di Indonesia,” pungkas Pande.
Tentang NESR
Didirikan pada tahun 2017, National Energy Services Reunited Corp (NESR) adalah salah satu penyedia layanan ladang minyak terbesar di dunia. Dengan lebih dari 5.000 karyawan yang mewakili lebih dari 60 kewarganegaraan di 16 negara, NESR membantu klien mengoptimalkan reservoir mereka melalui layanan seperti rekahan hidrolik, penyemenan, pipa melingkar, penyaringan, perampungan, stimulasi, pemompaan, dan layanan nitrogen.
Melalui PT NPS Energy Indonesia, NESR juga menawarkan layanan pengeboran dan evaluasi, termasuk pengeboran terarah, peralatan downhole, peralatan penangkapan ikan, layanan pengujian, wireline, slickline, cairan pengeboran, dan layanan rig untuk meningkatkan akses reservoir.
Jakarta – Indonesia sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan memerlukan dukungan penuh dari berbagai pemangku kepentingan untuk terbangunnya konektivitas sektor maritim. Karena itu TelkomGroup melalui anak perusahaannya PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat) terus berupaya mendukung hal tersebut dengan melakukan percepatan transformasi digital di sektor maritim.
Salah satunya dengan mengembangkan PINISI, sistem manajemen kapal pintar yang terintegrasi dan bertujuan mendukung digitalisasi operasi kapal secara menyeluruh, memanfaatkan kapasitas Satelit Merah Putih 2, berteknologi High Throughput Satellite (HTS) pertama milik TelkomGroup dan dikelola Telkomsat yang diluncurkan dari Pusat Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat di Tanjung Canaveral, Florida pada 21 Februari 2024 lalu.
Melalui satelit berkapasitas 32 Gbps tersebut, PINISI digerakkan sebagai solusi dalam mengelola kawasan perairan dan menjawab kebutuhan pasar sektor maritim nasional serta memperkokoh posisi Indonesia di era ekonomi digital global. PINISI memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) yang merupakan sistem manajemen kapal pintar untuk mendukung digitalisasi operasional kapal secara keseluruhan.
Terdapat sejumlah teknologi IoT yang disematkan di PINISI, di antaranya sensor canggih pada Coriolis Flow Meter yang mampu mendeteksi aliran pada tabung, kemudian mengubahnya menjadi data aliran. Data tersebut dikirimkan secara langsung ke Cloud sehingga operator kapal dapat memperoleh analisis mendalam terkait kinerja mesin dan efisiensi konsumsi bahan bakar kapal yang sedang beroperasi di lautan.
Ada pula sensor pengukur RPM yang dapat mengumpulkan data pergerakan dan kecepatan angular, yang berguna untuk menganalisis kecepatan mesin dan konsumsi bahan bakar melalui Fuel Monitoring System (FMS). Sehingga dapat mengidentifikasi ketidak efisienan atau tanda awal kerusakan mesin. Berbekal informasi tersebut, memungkinkan pihak-pihak terkait termasuk pemilik kapal untuk melakukan tindakan perbaikan yang lebih cepat.
Direktur Utama Telkomsat, Lukman Hakim Abd Rauf, menegaskan bahwa inovasi PINISI adalah bagian dari komitmen Telkomsat untuk mendukung transformasi digital sektor maritim Indonesia.
“Kami menyadari pentingnya solusi digital yang dapat diandalkan dalam sektor maritim. PINISI hadir untuk memberikan data yang akurat, realtime, dan komprehensif bagi manajemen kapal. Kami percaya bahwa inovasi ini akan membawa perubahan signifikan dalam meningkatkan efisiensi dan keselamatan operasional kapal di seluruh wilayah perairan Indonesia,” ujar Lukman.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Telkomsat, Anggoro Kurnianto Widiawan optimis dengan produk PINISI yang diluncurkan pada 4 November 2024 lalu tersebut. “Kami semakin optimistis dapat menghadirkan solusi digital terdepan bagi industri maritim Indonesia. Satelit HTS Telkomsat memberikan jangkauan dan keandalan yang memungkinkan PINISI beroperasi secara optimal di seluruh wilayah perairan Indonesia. Sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan keselamatan operasional dalam setiap kondisi,” jelas Anggoro.
Solusi PINISI ini diharapkan dapat mempercepat proses transformasi digital di sektor maritim, sekaligus memberikan dorongan besar bagi bisnis-bisnis yang bergerak di sektor ini.
Telkomsat merupakan anak usaha TelkomGroup yang dibentuk pada 3 Mei 2018 dengan nama PT Telkom Satelit Indonesia. Sejak 17 September 2018 menerima pengalihan proyek Satelit Merah Putih dari PT Telkom, Tbk sekaligus menandai dimulainya pengelolaan bisnis satelit secara terintegrasi oleh TelkomGroup.
Telkomsat telah memberikan layanan untuk kebutuhan pelaku UMKM; badan usaha; pemerintahan; maritim; penerbangan; serta industri minyak, gas, dan pertambangan.