Connect with us

OPINI

Menimbang Akreditasi UGM Ditengah Skandal Ijazah Palsu

Published

on

Dok. Said Lukman - Tokoh Masyarakat Riau

.

Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh Amerika Serikat pada tahun 1945 di masa perang dunia kedua, yang kemudian membuat kedua kota itu luluh lantak rata dengan tanah dengan titik nadir minimnya tanda – tanda kehidupan akibat kematian massal. 

Maka kalimat penting yang diucapkan Kaisar pada waktu itu adalah ” Berapa Guru yang masih hidup ? ” Kalimat itu lah yang menyebabkan Jepang bangkit dengan semangat kejujuran, akhlak, budi pekerti dan budaya malu yang sangat luar biasa. 

Jika kita berkaca kepersoalan Ijazah Mulyono, saya nilai kondisinya saat ini seperti api yang mulai merembet membakar UGM setelah pada (23/05/25) yang lalu pihak Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) secara resmi mengumumkan mosi tidak percaya terhadap Rektor UGM, Ova Emilia.

Dalam pernyataan resminya, BEM KM menilai UGM turut berperan dalam membesarkan kekuasaan mantan presiden Joko Widodo yang kala itu masih menjabat. Jokowi dianggap sebagai pembunuh demokrasi, dan diskusi yang digelar UGM tidak lebih dari sekedar akrobat dalam panggung media saja, sementara penindasan dan ketidakadilan terjadi dimana – mana. 

Parahnya ditengah isu bola panas ijazah palsu Muluono, BPK justru menemukan aliran uang dengan dalih pinjaman pejabat UGM senilai 14,87 milyar rupiah yang mengalir ke 727 rekening, dimana 159 rekening diantaranya menggunakan nama pribadi yang dibuka tanpa seizin Rektorat. Pertanyaannya, dari mana sumber uang itu ? siapa yang mentransfer ? maka petunjuk arah mengatakan ” follow the money. ” 

Dalam filosofi sebab akibat, tentulah ada ” take and give “ kata orang ocu, maka mesin produksi pembohongan publik pun dimainkan oleh para oknum penikmat aliran dana yang mengatasnamakan pinjaman pejabat UGM tersebut demi melindungi legitimasi atas selembar kertas yang bernama Ijazah.

Jadi memang benar lah kata orang tua – tua jaman dahulu itu, bahwa untuk menutupi sebuah kebohongan adalah dengan melakukan kebohongan lagi, dan kebohongan itu akan terbongkar dengan sendirinya disaat upaya menutup nutupi kebohongan itu tidak mampu lagi dibendung.

Tinggal kemauan Prabowo selaku Presiden mengembalikan Hukum sebagai Panglima di Negeri tempat bersemayam 9 Naga ini. Maka sayapun kembali teringat ke pangkal cerita, seandainya Kaisar Jepang ikut mengomentari Skandal Ijazah Palsu tersebut, maka tentu sang Kaisar akan mengatakan, ” tinggal berapa lagi dosen UGM yang masih steril ? “

Seandainya budaya malu Jepang diadopsi 4 SKS aja oleh UGM, tentulah endingnya persis seperti kisah film 47 Ronin The Last Samurai, yang dengan teguh memegang prinsip sebagai seorang samurai yang menjaga martabat dan kehormatannya, maka dilakukanlah ritual tradisi ” Harakiri “ dengan membenamkan samurai kecil yang biasa disebut ” tanto ” ke bagian perut. Nah.

Penulis : Said Lukman – Tokoh Masyarakat Riau 
.

.

.

.

.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *