Headlines
Indeks Kebebasan Pers Indonesia 2025 Terjun ke Peringkat 127 dari 180 Negara

Membumi.com
Dalam Rilies yang diterbitkan Reporters Without Borders (RSF) tahun 2025 pada (02/05/25) disebutkan, bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah Indeks Kebebasan Pers Dunia (RSF), kondisi mempraktikkan jurnalisme buruk di separuh negara di Dunia.
Disebutkan kurang dari 1% populasi dunia tinggal dinegara yang kebebasan persnya sepenuhnya terjamin, dan disebutkan juga bahwa tanpa kemandirian ekonomi, tidak akan ada pers yang bebas.
“ Namun pada tahun 2025, indikator ekonomi dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia lah yang memiliki dampak terbesar pada penurunan kebebasan pers di seluruh Dunia. “
Brasil telah menunjukkan salah satu peningkatan paling menonjol tahun ini dengan melanjutkan pemulihannya setelah era Bolsinaro. Sebaliknya, Argentina telah mengalami salah satu penurunan paling tajam karena Presiden Javier Malay menstigmatisasi jurnalis dan membubarkan media publik.
Disebutkan juga bahwa pada peta tahun 2025, ada beberapa Negara lagi dan wilayah telah berubah menjadi merah tua. Tahun lalu ada 36 negara dalam kondisi merah. Tahun ini ada 42, Kebebasan pers tidak lagi dijamin !
“ Di Kygystan, Kazakhstan Yordania Uganda Ethiopia Rwanda atau Hong Kong di mana sikap terhadap wartawan semakin menyerupai negara tetangga China, yang merupakan penjara terbesar di Dunia bagi wartawan.
Namun, dipertanyakan dari mana datangnya kemerosotan global tersebut, sementara serangan fisik terhadap wartawan adalah aspek yang paling terlihat dari menurunnya kebebasan pers. Edisi 2025 Indeks Kebebasan Pers Dunia menunjukkan faktor yang lebih berbahaya yang berperan pada tekanan ekonomi.
“ Di lebih dari 85% Negara, Outlet media di seluruh dunia tidak dapat mencapai stabilitas keuangan, Lebih buruk lagi di hampir sepertiga Negara organisasi berita terpaksa tutup atau mengasingkan diri karena kesulitan ekonomi diperparah oleh tekanan politik Negara – Negara seperti Nikaragua, Bellarus Iran dan Afghanistan. “
Amerika Serikat beberapa bulan terakhir telah mengalami kekacauan. Sejak terpilih kembali, Presiden Donald Trump telah menyerang pers secara langsung.
Pemerintahannya telah memangkas dana untuk beberapa media Amerika seperti Voice of America dan telah membekukan bantuan internasional untuk media independen di seluruh Dunia. Akibatnya, lebih dari 400 juta warga diseluruh Dunia kehilangan informasi yang dapat diandalkan dalam semalam.
Deretan kasus kekerasan sepanjang 2025
Dalam riliesnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengingatkan pemerintah dan juga publik akan pentingnya menghormati kebebasan pers pada momentum Peringatan World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei 2025 ini.
“ Serangan terhadap kebebasan pers terus meningkat. Yang terakhir, bahkan saat meliput aksi Hari Buruh 1 Mei kemarin, sejumlah jurnalis di beberapa daerah yang tengah melaksanakan tugas jurnalistiknya juga mengalami serangan,” ujar Nany Afrida Ketua Umum AJI Indonesia.
Ini hanya menambah panjang deretan kasus kekerasan jurnalis yang terjadi saat meliput di Indonesia (Jurnalis Dikeroyok). Catatan AJI Indonesia hingga 3 Mei 2025 ini, ada 38 kasus kekerasan jurnalis. Dua hari awal di Mei ini sudah tercatat 2 kasus kekerasan jurnalis. Adapun di April 2025 tercatat 8 kasus dan jumlah kasus tertinggi di Maret ada 14 kasus Grafik Data Kekerasan).
Temuan yang terdata di awal tahun 2025 ini selaras dengan hasil studi AJI pada Maret 2025 yang menunjukkan, 75,1 persen jurnalis di Indonesia pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun digital. Laporan ini didasarkan survei terhadap 2.020 jurnalis di Indonesia.
“ Kebebasan pers di Indonesia terus memburuk dan masa depan jurnalisme independen makin mencemaskan,” kata Nany. Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, perlindungan akan kebebasan pers kian menipis.
Meningkatnya kasus kekerasan jurnalis dan intimidasi yang mempengaruhi kebebasan pers ini, juga tercermin dalam Laporan World Press Freedom Index 2025 yang dirilis Reporters Without Borders (RSF) pada 2 Mei lalu. Tahun ini, indeks kebebasan pers di Indonesia tercatat kian merosot hingga ke posisi 127 dari 180 negara. Pada 2024, Indonesia berada di peringkat 111 di dunia dan pada 2023 di peringkat ke-108.
“ AJI percaya bahwa jurnalis adalah benteng kokoh bagi demokrasi yang sehat. Di tengah krisis demokrasi yang melanda Indonesia, Hari Kebebasan Pers Dunia bukan sekadar peringatan, namun seruan untuk memperkuat solidaritas, bersatu untuk melawan represi, menciptakan jurnalisme yang bermutu, dan terus berpihak pada kepentingan publik. Hanya dengan pers yang bebas, independen, dan berkelanjutan, demokrasi bisa bertahan,” jelas Nany.
Source : RSF dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
.
.
.
.
.