Connect with us

Headlines

YLBHI Desak Presiden Tetapkan Status Darurat Bencana Nasional dan Moratorium Seluruh Izin Konsesi Di Kawasan Hutan !

Published

on

Dok. Tumpukan di Pantai Air Tawar ini menjadi bukti kuatnya terjangan air yang membawa material dari kawasan hulu hingga pesisir Padang (Iggoy el Fitra/Antara)

Membumi.com

Sumatera (01/12/25) – Dalam keterangan persnya LBH-YLBHI Regional Barat yang terdiri dari LBH Banda Aceh, LBH Medan, LBH Padang, LBH Pekanbaru, LBH Palembang dan LBH Bandar Lampung mendesak Presiden RI untuk segera menetapkan status darurat Bencana Nasional atas bencana banjir besar yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sekarang juga.

Penetapan status ini penting agar fokus penanggulangan bencana juga menjadi kewajiban pemerintah pusat, status Darurat Bencana memberikan akses kewenangan kepada BNPB dan BPBD melalui Pemerintah untuk dapat mengerahkan SDM, peralatan, logistik hingga pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan barang hingga komando untuk memerintahkan dan mengkoordinasikan instansi terkait guna memastikan penanggulangan bencana dengan cepat dan tepat guna menyelamatkan, mengevakuasi, memenuhi kebutuhan dasar dan memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak akibat bencana.

Bencana banjir di 3 Provinsi tersebut menimbulkan dampak yang besar, seperti : tingginya jumlah korban jiwa dan orang hilang, semakin meluasnya titik bencana, banyaknya Kabupaten/Kota yang terisolir, ribuan orang harus mengungsi dan kehilangan rumah, logistik yang kian menipis, langkanya ketersediaan bahan-bahan pokok juga mahalnya harga BBM.

Lebih lanjut disampaikan bahwa situasi bencana yang semakin parah ini direspon dengan minimnya kemampuan Pemerintah Daerah dalam menanggulangi bencana dengan cepat dan tepat. Beberapa situasi ini cukup alasan alasan bagi Pemerintah Pusat untuk segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional untuk kondisi yang terjadi di Sumatera dalam satu minggu terakhir.

Infrastruktur yang rusak dan mengakibatkan matinya jaringan komunikasi dan listrik kian memperparah situasi, jalan-jalan yang putus menyebabkan sejumlah daerah semakin terisolir dan tidak dapat diakses sehingga informasi tentang situasi pasca bencana simpang siur, sehingga bantuan-bantuan kemanusiaan tidak dapat terdistribusikan dengan efektif. Sementara itu, aksi-aksi yang diduga penjarahan di beberapa toko kebutuhan pokok sudah terjadi, namun hingga hari ini Presiden cenderung lambat dan tidak responsif dalam menyikapi desakan untuk meningkatkan status Darurat Bencana Nasional.

Penetapan banjir Sumatera sebagai Darurat Bencana sesuai dengan prinsip penanggulangan bencana yaitu cepat dan tepat; dan harus menjadi prioritas adalah mandat dari UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu.

Pada aturan ini, terdapat pedoman dan mekanisme yang cukup untuk menetapkan status Darurat Bencana Nasional. Maka tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk tidak menetapkan status Darurat Bencana Nasional dengan dalih potensi terganggunya postur anggaran negara, administrasi birokrasi dan juga politik. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, jangan sampai lambatnya penanggulangan bencana yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera justru akan menambah lagi jumlah korban.

Moratorium Seluruh Izin Konsesi Di Kawasan Hutan !

YLBHI dalam keterangannya juga mengungkapkan bahwa bencana longsor dan banjir yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari kewajiban dan tanggung jawab negara, apa yang terjadi hari ini bukan hanya dampak dari tingginya curah hujan pada hari ini, namun juga dampak dari krisis iklim yang berkaitan dengan aktivitas deforestasi dan masifnya pemberian izin-izin konsesi pada perusahaan pertambangan dan perkebunan yang beraktivitas di wilayah Sumatera.

Hal demikian menunjukkan gagalnya Pemerintah dalam tata kelola kawasan hutan yang semrawut dengan memberikan atau setidaknya mempermudah izn-izin usaha perkebunan, pertambangan dan juga maraknya alih fungsi lahan demi proyek PLTA yang tersebar di berbagai titik di wilayah Sumatera.

Wilayah Sumatera Barat misalnya, dalam rentan waktu 2020-2024 terdapat ratusan ribu hektar hutan dirusak. Hal ini bersifat sistemik dan berkelanjutan, tampak dari citra satelit yang menunjukkan kerusakan di kawasan konservasi dan hutan lindung seperti di wilayah perbukitan di Taman Nasional Kerinci Seblat.

Tambang-tambang ilegal dan pembalakan liar kian memperparah situasi ini, hal tersebut terjadi seperti di wilayah Dharmasraya, Agam, Tanah Datar, dan Pesisir Selatan. Deforestasi ini menyebabkan tidak ada lagi pohon yang berfungsi menyerap air, sehingga limpasan air yang besar berujung pada banjir dan genangan air seperti di Kota Padang.

Oleh karena itu, selain penanggulangan pasca bencana, Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, Kementerian ATR BPN, Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup juga harus bertanggung jawab guna memastikan tidak terulangnya kembali peristiwa ini dengan segera melakukan evaluasi total dan moratorium atau penangguhan izin baru terhadap industri ekstraktif dan juga penegakkan hukum terhadap aktivitas illegal logging dan tambang-tambang ilegal yang selama ini melakukan deforestasi dan pengrusakan lingkungan.

Aparat Penegak Hukum dan Dirjen Gakkum LH juga harus bertindak cepat untuk segera lakukan upaya investigasi dan juga penegakkan hukum kepada korporasi perusak lingkungan maupun pihak atau kelompok yang selama ini melakukan aktivitas ilegal loging dan penambangan ilegal yang selama ini marak dan eksis di wilayah Sumatera.

Hal ini mendesak untuk dapat segera dilakukan mengingat akar persoalan banjir bukan hanya tingginya curah hujan namun karena adanya alih fungsi kawasan hutan dan hilangnya fungsi resapan air akibat tata kelola yang buruk serta karpet merah dan impunitas terhadap pengusaha yang ugal-ugalan dalam melakukan aktivitas bisnisnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, YLBHI mendesak :

1. Pemerintah Pusat segera tetapkan status Darurat bencana Nasional sebagai langkah konkret dalam penanggulangan bencana banjir Sumatera sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pedoman dan mekanisme melalui UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana sebagai upaya prioritas untuk memastikan keselamatan korban dan masyarakat yang terdampak banjir Sumatera;

2. Kementerian terkait untuk melakukan Evaluasi dan Moratorium seluruh izin-izin usaha perkebunan, pertambangan dan pengelolaan kawasan hutan yang melanggar ketentuan, deforestasi dan merusak lingkungan;

3. Aparat penegak hukum untuk dapat mengusut tuntas seluruh aktivitas penebangan dan pertambangan ilegal yang merusak kawasan hutan yang mengakibatkan bencana banjir Sumatera.

Source : LBH-YLBHI Se-Sumatera

.

.


.

.

.