Headlines
Indeks Persepsi Korupsi 2024 : “ Korupsi, Demokrasi dan Krisis Lingkungan “

Membumi.com
Jakarta (11/02/25) – Tingkat korupsi global masih sangat tinggi, sementara upaya untuk menguranginya masih belum berhasil. Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 yang dirilis hari ini oleh Transparency International, mengungkap tingkat korupsi yang serius di seluruh dunia, dengan lebih dari dua pertiga negara mendapat skor di bawah 50 dari 100.
Rata-rata global pada indeks tersebut tetap tidak berubah pada angka 43, yang menyoroti perlunya tindakan segera terhadap pemberantasan korupsi dan peringatan akan terhadap situasi penyempitan ruang sipil dan demokrasi dalam berbagai sektor pembangunan.
Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Namun, belum sepenuhnya demokrasi memberikan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Korupsi menjadi salah satu penyebab ketimpangan sosial. Korupsi politik masih menjadi penghalang bagi penyediaan ruang aman demokrasi bagi masyarakat. Korupsi juga terbukti telah menggerogoti sistem peradilan menjadi lebih buruk dan jauh dari paradigma memberikan jaminan keadilan sosial bagi warganya.
François Valérian, Ketua Transparency International mengatakan bahwa korupsi adalah ancaman global yang terus berkembang yang tidak hanya merusak pembangunan. “Korupsi adalah penyebab utama menurunnya demokrasi, ketidakstabilan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Komunitas internasional dan setiap negara harus menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama dan jangka panjang. “
“ Hal ini penting untuk melawan otoritarianisme dan mengamankan dunia yang damai, bebas, dan berkelanjutan. Tren berbahaya yang terungkap dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun ini menyoroti perlunya menindaklanjuti dengan tindakan konkret sekarang untuk mengatasi korupsi global.”
Pada tahun 2024 lalu, Indonesia telah menggelar pemilihan umum dalam dua babak, pertama adalah pemilihan Presiden dan Parlemen, serta kedua adalah pemilihan kepala daerah serentak. Dua perhelatan demokrasi ini dengan jelas memberikan gambaran sejauh mana komitmen pemberantasan korupsi oleh para kandidat yang telah terpilih pada kontestasi pemilihan umum.
J Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Tranparency International Indonesia mengatakan, “Dalam konteks pemberantasan korupsi, upaya demokratisasi sesungguhnya adalah upaya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Gerakan memberantas korupsi adalah gerakan meminta pertanggungjawaban dari para pemangku kuasa.”
Secara global, Transparency International menaruh perhatian pada neksus antara demokrasi dan krisis iklim. Sehingga pada tahun peluncuruan CPI 2024, dipilih tema yang berhubungan dengan situasi ini. Sejumlah bencana dan kerusakan lingkungan salah satunya diklaim akibat dari absennya tata kelola sektor lingkungan yang berorientasi pada keberlanjutan. Korupsi menjadi biang keladi yang turut menambah parah krisis lingkungan.
Maíra Martini, CEO Transparency International mengatakan, “Kita harus segera membasmi korupsi sebelum sepenuhnya menggagalkan aksi iklim yang berarti. Pemerintah dan organisasi multilateral harus menanamkan langkah-langkah antikorupsi ke dalam upaya perubahan iklim untuk membangun kembali kepercayaan, dan memaksimalkan dampaknya. Saat ini, kekuatan korup tidak hanya membentuk tetapi sering kali mendikte kebijakan dan membongkar pengawasan dan keseimbangan. Termasuk didalamnya adalah membungkam jurnalis, aktivis, dan siapa pun yang memperjuangkan kesetaraan dan keberlanjutan.”
CPI 2024 Global dan Regional
Selama tujuh tahun berturut-turut, Denmark memperoleh skor tertinggi pada indeks tersebut (90) dan diikuti oleh Finlandia (88) dan Singapura (84). Sementara itu, negara-negara dengan skor terendah sebagian besar berada di negara-negara rapuh dan dilanda konflik seperti Sudan Selatan (8), Somalia (9), Venezuela (10), Suriah (12), Libya (13), Eritrea (13), Yaman (13) dan Guinea Ekuatorial (13). Fakta ini menunjukkan bahwa hampir 6,8 miliar orang tinggal di negara-negara dengan skor CPI di bawah 50. Ini setara dengan 85% dari populasi dunia yang berjumlah 8 miliar.
Negara-negara di Asia Pasifik juga tidak berubah dalam peroleahn skor CPI 2024. Negara seperti Singapura (84), Selandia Baru (83), dan Australia (77). Sementara negara-negara seperti Korea Utara (15), Myanmar (16), Afghanistan (17), dan Kamboja (21) menjadi negara di kawasan Asia Pasifik yang menempati skor terendah.
Hal ini menandakan bahwa adanya ketimpangan upaya pemberantasan korupsi di kawasan dan tidak adanya upaya pembelajaran yang komprehensif dalam kawasan ini. Sebagai contoh di ASEAN yang mempunyai inisiatif SEAPAC ternyata juga belum mampu memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di negara-negara ASEAN sendiri.
CPI 2024 Indonesia
Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1995, Indonesia merupakan salah satu negara yang selalu diukur secara rutin. Saat pertama kali diluncurkan, Indonesia mendapatkan skor 19 untuk Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dengan peringkat 41 dari 41 negara yang disurvei. Dua dekade kemudian, tepatnya di tahun 2024 lalu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2023 berada pada skor 34 dengan peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei.
Pada CPI 2024 yang dirilis hari ini, menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam melawan korupsi. “CPI Indonesia tahun 2024 berada di skor 37/100 dan berada di peringkat 99 dari 180 negara yang disurvei. Skor 37/100 ini mengalami kenaikan 3 poin dari skor CPI 2023 lalu, yakni 34/100 dan peringkat 115/180.
Perlu dicatat bahwa salah satu faktor kenaikan skor CPI 2024 ini dikarenakan indikator World Economic Forum yang kembali hadir setelah dua tahun absen sebagai indikator dalam CPI di Indonesia.” ungkap Wawan Suyatmiko, Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia.
Kesimpulan dan rekomendasi
Dinamika skor dan peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi ini menunjukkan Indonesia tetap masih membutuhkan usaha yang ekstra keras dalam melakukan perbaikan menuju Indonesia yang bersih dari korupsi di masa mendatang.
Oleh sebab itu, Transparency International Indonesia mendorong Pemerintah, Parlemen, Badan Peradilan, lembaga penegak hukum hingga otoritas pengawasan dan seluruh sistem integritas nasional untuk terus menjamin kualitas demokrasi berjalan sesuai harapan warga negara yang berorientasi pada pemberantasan korupsi yang berdampak pada kesejahteraan sosial dan keadilan lingkungan. Seruan ini disampaikan kepada semua pihak agar:
Maraknya korupsi politik menjadikan skor CPI selalu berada pada posisi yang mengkhawatirkan. Peningkatan skor dalam skala 1 s.d 5 per seratus per tahun tidaklah signifikan. Pemerintah dan parlemen perlu terus menjaga ruang sipil dan aman dan partisipasi publik yang bermakna di berbagai sector dengan menjaga kebebasan berekspresi, kebebasan pers, kebebasan akademik dan jaminan yang aman bagi tumbuhnya demokrasi yang adil.
Sebab jelas sekali bahwa demokrasi yang substansial adalah prasyarat bagi pemberantasan korupsi yang terarah dan berdampak. Merawat demokrasi dan menjamin hak asasi manusia dan kebebasan sipil dalam ruang-ruang dialog yang setara dan adil. Presiden, Pemerintah, dan seluruh jajaran kabinet senantiasa menjaga demokrasi dengan menjamin hak kebebasan berpendapat, hak untuk mendapatkan informasi dan hak-hak sipil lainnya dalam kerangka mendukung pembangunan.
Melihat upaya penegakan hukum yang selalu menjadi faktör “pemberat” dalam korupsi, maka badan peradilan dan badan pengawasan seperti lembaga antikorupsi dan lembaga pemeriksa/pengawas harus kembali mandiri dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun, memiliki sumber daya yang baik, dan diberdayakan untuk mendeteksi dan memberikan hukuman atas pelanggaran.
Pemerintah, parlemen dan pengadilan sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus melakukan tugasnya secara transparan dan akuntabel, memberikan kepastian hukum dan memberikan jaminan kepastian hukum. Badan pengawasan seperti lembaga antikorupsi dan lembaga pemeriksa/pengawas harus memiliki sumber daya yang baik dan memadai. Parlemen dan Badan Peradilan sebagai fungsi pengawas dan penyeimbang kekuasaan juga harus menjalankan perannya secara demokratis.
Mengawal implementasi sistem integritas bisnis bagi pelaku usaha swasta dan BUMN/D dalam orientasi Proyek Strategis Nasional. Penanganan konflik kepentingan yang komprehensif menjadi salah satu solusi bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional yang bersih dari korupsi. Meskipun indicator pengelolalaan ekonomi, bisnis dan investasi secara makro nampak menjanjikan, namun terkoreksi secara signifikan bahwa praktik korupsi, baik suap dan korupsi antara pemegang otoritas kebijakan dengan pelaku usaha masih marak terjadi.
Sehingga dalam hal ini Pemerintah perlu untuk membuat kerangka regulasi dalam kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pemberantasan korupsi dan mulai menyentuh pada kolusi dan nepotisme yang terbukti belum terdapat kebijakan pengendalian konflik kepentingan yang memadai. Sehingga upaya pemberantasan korupsi bukan hanya dimaksudkan untuk mempermudah investasi dan pertumbuhan ekonomi belaka. Tetapi juga penegakan hukum dan demokrasi.
Serius dalam menangani perubahan iklim. Penelitian Transparency International terkini menunjukkan bagaimana korupsi dapat merusak “transisi yang adil” menuju emisi nol bersih, dengan menyoroti contoh-contoh spesifik di Afrika Selatan (41), Vietnam (40) dan Indonesia (37) di mana perlindungan yang tidak memadai telah menciptakan peluang bagi aktor-aktor yang tidak bermoral.
Source : TII
.