Membumi.com
Dubai (5/12/23) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengikuti rangkaian Pertemuan Tahunan Conference of the Parties (COP) 28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab pada 3-4 Desember.
Menkeu memulai pertemuan khusus dengan Executive Director of Green Climate Fund (GCF), Mafalda Duarte. Pada kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan komitmen Indonesia yang semakin kuat terkait pendanaan iklim serta mengajukan keinginan Indonesia menjadi salah satu Board Member di GCF untuk periode 2024-2027.
Dengan menjadi Board Member GCF, kepemimpinan dan pengaruh Indonesia di Asia dan Pasifik diharapkan mampu menjadi pendorong bagi pendanaan GCF yang semakin inovatif dan solutif, sehingga dapat menjembatani distribusi dana yang adil dan terjangkau, serta mampu memperkuat kolaborasi internasional guna memastikan bahwa pendanaan global dapat menutup celah pendanaan dalam mencapai target Paris Agreement.
Agenda dilanjutkan dengan menyampaikan pidato kunci pada Dialogue on: Crowding in Investment to Accelerate Indonesia’s Energy Transition dan menyaksikan penandatanganan Framework Agreement (Perjanjian Kerangka Kerja) untuk persiapan pelaksanaan Energy Transition Mechanism (ETM) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU) Cirebon-1 yang akan dihentikan lebih dini masa operasionalnya.
Perlunya menerjemahkan Aksi Pendanaan Iklim Global menjadi Aksi Nyata dan tidak hanya menjadi Retorika semata.
Sri Mulyani Indrawati
Selanjutnya, Menkeu berpartisipasi pada High Level Ministerial Dialogue (HLMD) on New Collective Quantified Goals (NCQG). Pada kesempatan ini, Menkeu mengingatkan perlunya pemenuhan komitmen USD100 billion dari negara maju dan menegaskan perlunya sumber pendananaan baru bagi pemenuhan Paris Agreement.
Komitmen baru pendanaan dalam kerangka NCQG hendaknya berdasarkan pada kebutuhan masing-masing negara berkembang (country driven) dan tidak menghilangkan kewajiban negara maju atas komitmen sebelumnya. Pada tahun 2022, The Independent High-Level Expert Group on Climate Finance bahkan memperkirakan kebutuhan pendanaan iklim untuk negara berkembang (kecuali China) mencapai USD1 triliun per tahun.
Menkeu juga menggarisbawahi bahwa Indonesia dan negara berkembang lainnya berhak untuk tumbuh dan melanjutkan agenda pembangunan ekonominya, namun secara simultan akan tetap berusaha keras untuk mewujudkan berbagai target perubahan iklim termasuk transisi energi melalui dukungan pembiayaan transisi global.
Indonesia berusaha untuk menjadi led by example mengenai upaya transisi energi melalui mekanisme pembiayaan campuran antara publik dan swasta yaitu Energy Transition Mechanism (ETM) platform untuk mempercepat phase down PLTU batu bara dan transisi menuju energi terbarukan.
Dalam agenda COP28 Presidensi UAE, secara khusus Menkeu menyampaikan intervensi dalam Finance Ministers High-Level Round Table: Scaling up Climate Finance. Agenda ini didedikasikan untuk membuka dialog para pembuat kebijakan untuk meningkatkan pendanaan iklim global, termasuk memenuhi kebutuhan transisi.
Menkeu menyampaikan perlunya menunjukkan komitmen kolektif semua pihak dalam membuka sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk aksi perubahan iklim yang transformatif. Tindakan yang dilakukan saat ini mencerminkan betapa pentingnya krisis iklim yang kita hadapi bersama.
“ Mengatasi masalah iklim bukanlah hal yang mudah, perlu pertimbangan yang cermat dan yang paling penting, pendanaan yang besar. Agenda iklim tanpa pendanaan yang memadai hanyalah Sebuah Wacana, Mimpi Belaka,’’
Sri Mulyani Indrawati
Sebagai panelis dalam COP28 Presidency and GFANZ Official Event: High-Level Roundtable on Voluntary Carbon Markets (VCMs) – Unlocking High Integrity Carbon Markets, Menkeu mengatakan bahwa dengan kredit karbon sebesar 1,3 gigaton CO2 atau setara Rp3.000 triliun (USD 190 miliar), Indonesia berpeluang menjadi supplier utama kredit karbon di dunia.
Menjalankan led by example, Indonesia meluncurkan perdagangan karbon dalam negeri melalui bursa pada Oktober 2023 lalu, dengan nilai perdagangan sekitar Rp29,45 miliar atau USD 1,85 juta. Pada kesempatan yang sama, Presiden Bank Dunia Ajay Banga memaparkan roadmap untuk high integrity carbon market dimana pada tahun depan, 15 negara akan menghasilkan 24 juta karbon kredit yang diklam memiliki integritas tinggi karena memiliki aspek integritas lingkungan dan integritas sosial yang tinggi.
Selanjutnya, US Special Envoy for Climate John Kerry menyampaikan upaya utama untuk membangun high integrity carbon market dilakukan melalui pengembangan kerangka Energy Transition Accelerator (ETA) yang diluncurkan pada 4 Desember 2023. ETA ditujukan untuk mengkatalisasi pendanaan swasta untuk mendukung strategi transisi energi yang adil di negara berkembang. ETA diproyeksikan dapat memobilisasi USD 72 miliar hingga USD 207 miliar bagi pendanaan transisi pada 2035.
Agenda terakhir dan paling utama pada COP28 UNFCCC ini adalah Ministerial Meeting the Coalition of Finance Ministers for Climate Action (Koalisi). Bersama Wakil Perdana Menteri dan Menkeu Belanda Sigrid Kaag, Menkeu memfokuskan pertemuan kali ini pada peran Menteri Keuangan dalam mobilisasi pendanaan publik dan swasta, serta berbagi pengalaman mengenai dampak positif berbagai kebijakan yang diimplementasikan negara-negara anggota dalam meningkatkan pendanaan untuk iklim.
Pada pertemuan tersebut, Menkeu berbagi pengalaman Indonesia terkait Just Energy Transition Partnership (JETP) dan ETM country platform, serta menggarisbawahi kebutuhan akan pendanaan sektor swasta. Ia juga terus menyoroti mekanisme global (interoperability) yang mendukung upaya transisi, termasuk keberhasilan Indonesia sebagai Chairman ASEAN dengan telah mengembangkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF).
Dalam diskusi yang cukup hangat, negara-negara anggota berkesempatan mengungkapkan pengalamannya terkait pembiayaan transisi dan iklim baik melalui green bond/sukuk, regulasi keuangan berkelanjutan, carbon pricing, maupun pengembangan concessional finance.
Menkeu juga melakukan beberapa pertemuan bilateral dengan para pemangku kepentingan baik negara maupun lembaga internasional. Pada hari pertama, Menkeu melakukan pertemuan secara bilateral dengan Direktur Eksekutif GCF Mafalda Duarte, Menteri Keuangan Belanda Sigrid Kaag, dan Managing Director Citi Group Julie Monaco. Selanjutnya, pada hari kedua, setelah acara Coalition Breakfast Meeting, Menkeu melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Uni Emirat Arab Mohamed bin Hadi Al Hussaini.
COP28 di Dubai secara khusus mengangkat empat tema yaitu Fast-track Energy Transition, Fixing Climate Finance, Focus on Nature, People, Lives & Livelihoods, dan Inclusivity. Hal ini menunjukkan bahwa isu transisi energi menjadi isu yang semakin strategis bagi pencapaian target suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius menuju Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission).
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki peran penting dalam isu transisi energi sangat mendorong isu pembiayaan transisi (transition finance) sebagai upaya global untuk mendorong proses transisi energi.
Indonesia membutuhkan total USD281 miliar untuk mencapai target persetujuan Paris 2030, dimana 87 persennya (USD245 miliar) bagi sektor energi. Lebih jauh, kebutuhan investasi menuju net zero emission tahun 2060 atau lebih awal, membutuhkan USD580 miliar bagi proses transisi energi di sub sektor ketenagalistrikan hingga tahun 2050. COP28 ini seakan menegaskan kembali peran strategis Kemenkeu dalam upaya pencapaian target transisi dan net zero emission.
Sumber : Deni Surjantoro, Kabiro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu