Connect with us

Headlines

RUU Penyiaran Hambat Pemberantasan Korupsi dan Ancam Demokrasi

Setidaknya ada 8 catatan koalisi masyarakat sipil terkait draft yang dinilai  kontroversial dan harus ditolak. 

Published

on

Ilustrasi Red. Gedung DPR MPR di duduki mahasiswa tahun 1998

Membumi.com

Jakarta – Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang tengah disusun oleh DPR benar-benar mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Sejumlah pasal multitafsir dan sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik. Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik. 

Sebagai pilar keempat demokrasi, media punya peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat sebagai fungsi Watchdog. Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat.

Hal ini tatkala draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang  sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik. Rancangan tersebut tentu bermasalah dan patut ditolak karena bukan hanya mengancam kebebasan pers, tapi juga kabar buruk bagi masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia.

Setidaknya ada 8 catatan koalisi masyarakat sipil terkait draft yang dinilai  kontroversial dan harus ditolak. 

Pertama, RUU Penyiaran menambah daftar panjang regulasi yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Dalam beberapa waktu belakang, tidak sedikit regulasi yang diubah justru tidak sejalan dengan prinsip gerakan demokrasi, HAM, antikorupsi, hingga penyelamatan sumber daya alam. Seperti revisi UU KPK, UU Pemasyarakatan, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Adanya norma yang membatasi konten investigatif tersebut justru berpotensi semakin menghambat kerja-kerja masyarakat sipil.

Kedua, bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Pelarangan konten liputan investigasi jurnalistik dalam RUU Penyiaran tidak sejalan dengan nilai transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sebagai prinsip Good Governance. Karena karya liputan investigasi merupakan salah satu bentuk paling efektif yang dihasilkan dari partisipasi publik dalam memberikan informasi dugaan pelanggaran kejahatan atau kebijakan publik kepada jurnalis. Produk jurnalisme investigasi juga bagian dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis. 

Ketiga, konten jurnalistik investigatif jadi kanal yang paling efektif dan aman bagi peniup pluit (whistleblower). Dalam konteks pemberantasan korupsi maupun gerakan masyarakat sipil, tidak sedikit kasus yang terungkap berasal dari informasi publik yang diinvestigasi oleh jurnalis.

Meski ada beberapa kanal whistleblower, namun masyarakat cenderung lebih percaya pada para jurnalis maupun inisiatif kolaborasi investigasi jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis, seperti Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan IndonesiaLeaks yang juga jadi bentuk pengawasan terhadap kebijakan maupun pejabat publik.

Keempat, pembatasan liputan eksklusif investigasi jurnalistik akan berdampak negatif pada penindakan kasus korupsi. Hasil liputan investigasi seringkali membantu aparat penegak hukum dałam proses penyelidikan atau penanganan perkara korupsi. Data dan Informasi mendalam yang dihasilkan para jurnalis juga ikut memberikan informasi kepada penegak hukum untuk mengambil tindakan atas peristiwa dugaan kasus korupsi maupun pelanggaran lainnya.

Selain itu, dalam konteks penuntasan kasus korupsi, liputan investigatif kerap kali bisa membongkar aspek yang tidak terpantau, sehingga jadi trigger  bagi penegak hukum menuntaskan perkara.

Kelima, SIS dalam RUU Penyiaran soal liputan investigasi dapat menghambat pencegahan korupsi. Karya liputan investigasi jurnalistik yang ditayangkan di media tidak hanya sekadar pemberitaan. Tapi lebih dari itu, karya tersebut juga bentuk pencegahan korupsi khususnya di sektor publik.

Sebab, hasil liputan yang dipublikasikan di media massa akan menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam upaya  pencegahan korupsi. Tak hanya itu, para koruptor yang berniat melakukan kejahatan bisa jadi akan semakin takut karena khawatir tindakannya terbongkar.

Keenam, ketentuan RUU Penyiaran tumpang tindih dengan regulasi lain khususnya yang menyangkut UU Pers dan kewenangan Dewan Pers. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kode etik jurnalistik dan kewenangan Dewan Pers.

Ketentuan dalam RUU Penyiaran bertentangan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. 

Ketujuh, RUU Penyiaran membungkam kemerdekaan pers dan mengancam independensi media. Dengan larangan penyajian eksklusif laporan jurnalistik investigatif maka pers menjadi tidak profesional dan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan (watchdog).

Kedelapan, ketentuan dalam RUU Penyiaran merupakan bentuk ancaman kemunduran demokrasi di Indonesia. Ini karena  jurnalisme investigasi adalah salah satu alat bagi media independen–sebagai pilar keempat demokrasi– untuk melakukan kontrol terhadap tiga pilar demokrasi lainnya (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi sama dengan menjerumuskan Indonesia sebagai negara yang tidak demokratis. 

Berdasarkan sejumlah hal di atas, koalisi masyarakat sipil mendesak DPR dan Presiden untuk:

1. Menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi;

2. Menghapus pasal – pasal yang berpotensi multitafsir, membatasi kebebasan sipil, dan tumpang tindih dengan UU lain;

3. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya;

4. Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. 

Jakarta, 16 Mei 2024

Koalisi Masyarakat Sipil

ICW – LBH PERS – Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) – Greenpeace Indonesia – AJI Indonesia – Watchdoc

Source : Siaran Pers YLBHI.

.

.

.

Headlines

Lebih dari 2 Juta Muslim Berkumpul di Arafah

Suhu di tempat-tempat suci bisa mencapai 48 derajat Celsius

Published

on

By

Dok. Vivanews

Membumi.com

Bukit Arafah (15/6/24) – Mengikuti jejak para nabi di bawah terik matahari, umat Islam dari seluruh dunia berkumpul pada sabtu (15/6/24) di bukit suci Arafah Arab Saudi untuk beribadah dan refleksi yang intens sepanjang hari.

Dilansir dari arabnews, bahwa ritual di Bukit Arafah yang dikenal dengan bukit rahmat ini dianggap sebagai puncak ibadah haji. Hal ini sering kali menjadi kenangan paling berkesan bagi para peziarah, yang berdiri bahu-membahu, saling berhadapan, memohon belas kasihan, keberkahan, kemakmuran, dan kesehatan yang baik kepada Allah, SWT. Adapun bukit ini terletak sekitar 20 kilometer (12 mil) tenggara Makkah.

Diyakini, bahwa Nabi Muhammad menyampaikan pidato terakhirnya, yang dikenal sebagai Khotbah Perpisahan, di gunung suci tersebut 1.435 tahun yang lalu. Dalam khotbahnya, nabi menyerukan kesetaraan dan persatuan di kalangan umat Islam.

“Ini tak terlukiskan,” kata Ahmed Tukeyia, seorang peziarah asal Mesir, setibanya di tenda kemah di kaki Bukit Arafah pada Jumat malam.

Haji adalah salah satu pertemuan keagamaan terbesar di dunia. Ritual tersebut secara resmi dimulai pada hari Jumat ketika jamaah berpindah dari Masjidil Haram Makkah ke Mina, sebuah dataran gurun di luar kota.

Pihak berwenang Saudi memperkirakan jumlah jemaah haji tahun ini akan melebihi 2 juta orang, mendekati tingkat sebelum pandemi virus corona.

Ibadah haji adalah salah satu dari Lima Rukun Islam. Semua umat Islam diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji lima hari setidaknya sekali dalam hidup mereka jika mereka mampu secara fisik dan finansial untuk menunaikan ibadah haji.

Ritual tersebut sebagian besar memperingati kisah Al-Qur’an tentang Nabi Ibrahim, putranya Nabi Ismail dan ibu Ismail, Hajjar – atau Abraham dan Ismael sebagaimana mereka disebutkan dalam Alkitab.

Waktu pelaksanaan haji berbeda-beda, mengingat ditetapkan selama lima hari pada minggu kedua Dzulhijjah, bulan terakhir dalam penanggalan lunar Islam. Sebagian besar ritual haji diadakan di luar ruangan dengan sedikit naungan.

Saat musim panas tiba, suhu bisa melonjak hingga lebih dari 40 Celcius (104 Fahrenheit). Kementerian Kesehatan telah memperingatkan bahwa suhu di tempat-tempat suci bisa mencapai 48 derajat Celsius. Mereka mendesak jamaah untuk menggunakan payung dan minum lebih banyak air agar tetap terhidrasi.

Setelah ibadah hari Sabtu di Arafah, jamaah akan melakukan perjalanan beberapa kilometer ke sebuah situs yang dikenal sebagai Muzdalifa untuk mengumpulkan kerikil yang akan mereka gunakan dalam pelemparan batu secara simbolis pada pilar yang melambangkan setan di Mina.

Jamaah kemudian kembali ke Mina selama tiga hari, bertepatan dengan hari raya Idul Adha, ketika umat Islam yang mampu secara finansial di seluruh dunia menyembelih hewan ternak dan membagikan dagingnya kepada orang-orang miskin.

Setelah itu, mereka kembali ke Makkah untuk melakukan pradaksina terakhir yang dikenal dengan Tawaf Perpisahan.

Setelah haji selesai, laki-laki diharapkan mencukur rambut mereka, dan perempuan harus memotong seikat rambut sebagai tanda pembaharuan.

Sebagian besar jamaah kemudian meninggalkan Makkah menuju kota Madinah, sekitar 340 kilometer (210 mil) jauhnya, untuk berdoa di makam Nabi Muhammad, Kamar Suci.

Makam tersebut merupakan bagian dari Masjid Nabawi yang merupakan salah satu dari tiga situs paling suci dalam Islam, bersama dengan Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Al Aqsa di Yerusalem.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Saudi telah melakukan upaya signifikan untuk meningkatkan akses dan menghindari kecelakaan mematikan. 

Puluhan ribu personel keamanan dikerahkan di seluruh kota, terutama di sekitar tempat-tempat suci, untuk mengendalikan massa, dan pemerintah membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi untuk mengangkut orang-orang dari tempat-tempat suci di kota tersebut, yang macet karena lalu lintas selama musim haji. Peziarah masuk melalui gerbang elektronik khusus.

Pihak berwenang Saudi juga telah memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di mana derek terlihat di sekitar tujuh menaranya saat pembangunan sedang berlangsung di situs suci tersebut.

Source : arabnews

.

Continue Reading

Business

PLN Raih Pendanaan World Bank USD 581,5 Juta

Sustainable Least-cost Electrification-1 (ISLE-1)

Published

on

By

listrik untuk indonesia, ilustrasi / pln images

Membumi.com

Jakarta (13/06/24) – PT PLN (Persero) melakukan kolaborasi pendanaan dengan World Bank, Canada Clean Energy & Forest Climate Facility dan Clean Technology Fund sebesar USD581,5 juta untuk mendukung peningkatan akses elektrifikasi di Indonesia, program transisi energi serta digitalisasi perseroan yang ditandai dengan penandatanganan skema hibah dan perjanjian pinjaman langsung dengan Sovereign Guarantee, bertajuk Program Indonesia Sustainable Least-cost Electrification-1 (ISLE-1).

Program ISLE-1 merupakan program-based loan dalam rangka dukungan World Bank dan Partner Pembangunan terhadap peningkatan akses elektrifikasi, peningkatan kesiapan grid terhadap integrasi energi baru-terbarukan (EBT) atau renewable energy dan peningkatan kapasitas operasional teknologi informasi PLN.

Penyusunan program ini juga mendapat asistensi teknis dan pendanaan dari Sustainable Renewables Risk Mitigation Initiative (SRMI) yang dikelola oleh Energy Sector Management Assistance Program (ESMAP).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menilai pentingnya kerja sama pendanaan World Bank melalui program ISLE-1 untuk pembiayaan rencana distribusi, transmisi, dan pembangkit listrik menuju elektrifikasi Indonesia 100 persen. Program ini juga akan membiayai korporasi untuk peningkatan bauran energi baru terbarukan, mengurangi biaya pembangkitan, dan memperkuat kapasitas keuangan dan operasional PLN.

“ISLE-1 berfokus pada dua wilayah yakni Maluku dan Nusa Tenggara, karena kedua wilayah tersebut memiliki tingkat elektrifikasi yang rendah dan rata-rata biaya pembangkit listriknya tinggi,” ujar Darmawan.

PLN mengakui bahwa transisi energi tidak bisa dijalankan sendiri. Sebagai lokomotif transisi energi, PLN terus membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi dari tantangan yang ada.

“Transisi energi tidak bisa dijalankan dalam suasana kesendirian, karena terdapat tantangan teknis, strategis, operasional, dan juga pendanaan. PLN telah memetakan seluruh tantangan tersebut sehingga setiap tantangan dapat diatasi, dapat dimitigasi, dan dapat dikelola agar bisa terus maju dan mencapai misi transisi energi,” ujar Darmawan.

Direktur World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk mengatakan, World Bank siap mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai 100 persen elektrifikasi dan percepatan EBT. Pendanaan ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara investasi jaringan yang dibutuhkan dengan permintaan listrik yang besar, khususnya wilayah di Kepulauan Bagian Timur.

“World Bank siap mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai 100 persen elektrifikasi. Tingkat elektrifikasi rumah tangga yang lebih besar, khususnya di Kepulauan Bagian Timur, akan memberikan peluang ekonomi tambahan, terutama bagi perempuan,” ujar Turk.

Tak hanya elektrifikasi, Turk juga menyebut pendanaan program ISLE-1 juga diperuntukkan untuk mendukung pengembangan EBT di Indonesia.

“Investasi pada energi terbarukan yang penting untuk menjadikan sektor ini berada pada jalur yang lebih efisien dan berkelanjutan sekaligus meningkatkan keterjangkauan dan keandalan”, ujarnya.

Source : pln.co.id

.

Continue Reading

Headlines

UNICEF : Hampir 3.000 Anak Kurang Gizi Berisiko “Meninggal ” di Depan Mata

Gambaran mengerikan terus muncul di Gaza

Published

on

By

Ilustration / WAFA Images

Membumi.com

Amman (11/06/24) – Hampir 3.000 anak tidak lagi mendapatkan pengobatan karena kekurangan gizi akut tingkat sedang dan berat di Gaza selatan, sehingga menempatkan mereka pada risiko kematian karena kekerasan yang mengerikan dan pengungsian terus berdampak pada akses terhadap fasilitas kesehatan dan layanan bagi keluarga yang putus asa.

Jumlah ini, berdasarkan laporan dari mitra nutrisi UNICEF, setara dengan sekitar tiga perempat dari 3.800 anak yang diperkirakan menerima perawatan untuk menyelamatkan nyawa di wilayah selatan menjelang meningkatnya konflik di Rafah.

Risiko anak-anak yang lebih rentan jatuh sakit akibat kekurangan gizi juga menjadi perhatian. Meskipun ada sedikit perbaikan dalam pengiriman bantuan pangan ke wilayah utara, akses kemanusiaan di wilayah selatan telah menurun drastis. Hasil awal dari pemeriksaan malnutrisi baru-baru ini di wilayah tengah dan selatan Gaza menunjukkan bahwa kasus malnutrisi sedang dan berat telah meningkat sejak minggu kedua bulan Mei, ketika pengiriman bantuan dan akses kemanusiaan dibatasi secara signifikan akibat meningkatnya serangan di Rafah.

“Gambaran mengerikan terus muncul di Gaza mengenai anak-anak yang meninggal di depan mata keluarga mereka karena kekurangan makanan, pasokan nutrisi, dan hancurnya layanan kesehatan,” kata Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Adele Khodr.

“Jika pengobatan terhadap 3.000 anak-anak ini tidak dapat segera dilanjutkan, mereka berada dalam risiko serius dan segera menjadi sakit kritis, mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan bergabung dengan daftar anak laki-laki dan perempuan yang terbunuh oleh tindakan tidak masuk akal dan buatan manusia ini. perampasan.”

Risiko meningkatnya kasus gizi buruk terjadi bersamaan dengan menurunnya layanan pengobatan gizi buruk. Saat ini, hanya dua dari tiga pusat stabilisasi di Jalur Gaza yang merawat anak-anak penderita gizi buruk yang berfungsi. Sementara itu, rencana pembukaan pusat-pusat baru telah tertunda karena operasi militer yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Merawat anak yang menderita malnutrisi akut biasanya memerlukan perawatan tanpa gangguan selama enam hingga delapan minggu dan memerlukan makanan terapeutik khusus, air bersih, dan dukungan medis lainnya.

Anak-anak yang kekurangan gizi mempunyai risiko tinggi tertular penyakit dan masalah kesehatan lainnya karena terbatasnya akses terhadap air bersih, meluapnya limbah, kerusakan infrastruktur, dan kurangnya peralatan kebersihan. Produksi air di Jalur Gaza kini kurang dari seperempat produksi sebelum meningkatnya permusuhan pada bulan Oktober.

“Peringatan kami mengenai meningkatnya kematian anak-anak akibat kombinasi malnutrisi, dehidrasi, dan penyakit yang dapat dicegah seharusnya mendorong tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa anak-anak, namun kehancuran ini terus berlanjut,” kata Khodr. “Dengan hancurnya rumah sakit, pengobatan terhenti dan persediaan terbatas, kita bersiap menghadapi lebih banyak penderitaan dan kematian anak-anak.”

Sejak Oktober 2023, UNICEF telah menjangkau puluhan ribu perempuan dan anak-anak dengan layanan pencegahan dan pengobatan malnutrisi, termasuk penggunaan Makanan Terapi Siap Pakai, Formula Bayi Siap Pakai, dan biskuit preventif berenergi tinggi serta suplemen mikronutrien untuk anak-anak. ibu hamil mengandung zat besi dan nutrisi penting lainnya.

“UNICEF mempunyai lebih banyak pasokan nutrisi yang siap tiba di Jalur Gaza, jika akses memungkinkan,” kata Khodr. “Badan-badan PBB mencari jaminan bahwa operasi kemanusiaan dapat mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan dengan aman kepada anak-anak dan keluarga mereka tanpa gangguan. Kita memerlukan kondisi operasi yang lebih baik di lapangan, dengan lebih banyak keselamatan dan lebih sedikit pembatasan. Namun pada akhirnya, gencatan senjata adalah hal yang paling dibutuhkan anak-anak.”

Source : UNICEF

.

.

Continue Reading

Trending